PT Pos Indonesia (Persero) mengaku kebijakan bantuan sosial (bansos) nontunai yang mulai dilakukan sejak 2016 membuat keuangan perusahaan terganggu. Sebab semula dikirim melalui layanan jasa keuangan Pos Indonesia kini digarap oleh perbankan.
Direktur Keuangan, Eddi Santosa, mengatakan sejak berdiri perusahaan sangat bergantung dengan proyek pemerintah. Salah satunya program bantuan sosial.
"Jadi ketika bansos ditarik semua menjadi nontunai, dengan sendirinya likuiditas yang selalu ada ini ditarik," ujarnya di Jakarta, Kamis (7/2/2019).
Baca Juga: Direksi PT Pos Indonesia Diminta Mundur
Selain bansos, Pos Indonesia kini tak lagi mendapatkan proyek dari pemerintah berupa pengiriman berbagai barang atau dokumen Kementerian/Lembaga secara langsung. Hal itu diklaim Eddi semakin memberatkan kinerja perusahaan.
"Dulu kiriman pemerintah seperti surat dan barang-barang banyak ke kami, lalu kartu Program Keluarga Harapan (PKH) itu juga," katanya.
Pendapatan dari proyek-proyek pemerintah, tambah Eddi, selama ini kerap menutup selisih yang masih ditanggung perusahaan atas biaya pengiriman barang secara keseluruhan. Dengan demikian, keuangan Pos Indonesia dapat tetap positif.
Penetapan tarif pengiriman barang sendiri dilakukan oleh pemerintah. Pihaknya juga tak bisa sembarangan menaikkan tarif meski masih menanggung selisih. Hal ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos yang merupakan revisi dari UU Nomor 6 Tahun 1984.
Namun, ia menekankan sebenarnya hal itu tak menjadi masalah selama perusahaan mengantongi pendapatan dari proyek pemerintah.
"Tarif itu kan yang menyesuaikan pemerintah dan memang sudah diatur secara universal, tapi selisihnya tidak dibayarkan pemerintah. Jadi, sudah tidak dapat subsidi selisih lalu proyek pemerintah juga kami tidak dapat langsung (lagi)," jelasnya.
Meski demikian, Edi mengaku pihaknya sebenarnya tetap mendapatkan bantuan dari pemerintah. Hanya saja, subsidi tak menghitung selisih tarif seperti yang dilakukan pemerintah pada subsidi listrik maupun BBM.
"Ada bantuan dari pemerintah dari ini seperti hibah kan, beda dengan subsidi yang diberikan oleh misalnya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)," imbuhnya.
Kendati begitu, ia mengaku tak ingin berdebat lebih banyak mengenai perubahan kebijakan bansos nontunai dan penugasan langsung proyek pemerintah. Eddi menyadari Pos Indonesia selama ini terbiasa dengan zona nyaman sehingga terganggu dengan perubahan kebijakan.
"Mungkin sekarang kami waktunya lebih fight," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim
Tag Terkait: