Perang Dagang AS-China: Membeli Produk AS Bisa Dianggap Anti-Patriotik (2)
Bagi China membalas perlakuan AS dianggap sebagai keterpaksaan karena merasa sebagai pihak yang jadi korban dalam perang dagang ini. Dalam bagian ini, kita akan melihat lagi beberapa strategi yang akan dijalankan China menghadapi AS, sebagaimana dilansir BBC.
Melemahkan nilai mata uang yuan
Mata uang China sekarang dikendalikan langsung oleh Bank Sentral China, yang berarti tidak dapat ditukar secara bebas. Bank sentral memandu di mana seharusnya letak garis tengah mata uang dan kemudian ditukar dalam kelompok yang kecil di sekitar garis tengah itu. Hal ini telah menurunkan nilainya dalam beberapa hari terakhir, yang menurut para analis merupakan sinyal ke pasar bahwa China bersedia menggunakan mata uang sebagai alat untuk mengimbangi dampak tarif AS.
Semakin lemahnya mata uang China, maka semakin murah barang-barangnya di AS. Secara teori, ini berarti lebih banyak orang yang akan membeli barang-barangnya, dan perusahaan China tidak akan terlalu menderita.
Baca Juga: Perang dagang AS-China: Dendam China Sudah Di Ubun-ubun (I)
Tetapi yang menjadi kelemahannya adalah impor China akan menjadi lebih mahal juga. Hal itu akan memengaruhi barang-barang seperti minyak dan bahan baku lainnya yang dibutuhkan untuk menjaga perekonomian China agar terus berjalan. Menjaga keseimbangan ini merupakan hal yang sulit.
Mengerem Investasi Asing
Ini merupakan salah satu lahan di mana China dapat benar-benar mengencangkan sekrupnya di AS. Foreign direct investment (FDI)) telah menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi China, yang juga memungut dividen terhadap perusahaan asing yang berinvestasi di China, meskipun lingkungan bisnisnya dipenuhi tantangan. Namun, Beijing dapat mengambil keputusan untuk membuat lingkungan yang sulit.
Pada 2018, China adalah penerima FDI terbesar kedua di dunia dan sebagian besar uang itu berasal dari AS, bahkan ketika perang dagang antara keduanya semakin intensif.
Namun, menurut laporan Dewan Pengembangan dan Reformasi Nasional China, badan perencanaan pusat negara telah mengambil alih tanggung jawab untuk memutuskan siapa saja yang akan diizinkan untuk berinvestasi di negara itu berdasarkan kriteria keamanan nasional.
Itu merupakan sebuah langkah penting karena sekarang dewan kota setara dalam beberapa hal dengan Komite untuk Investasi Asing di Amerika Serikat, (CFIUS), sebuah entitas yang bertugas mengevaluasi perusahaan mana yang berbahaya bagi keamanan dan mana yang tidak.
Beijing akan melihat langkah-langkah terbaru AS untuk mengontrol Huawei keluar dari pasar terpilih, dan dapat mempersulit perusahaan-perusahaan Amerika mendapatkan lisensi untuk beroperasi di China, menargetkan pembelian produk-produk Amerika sebagai anti-patriotik, dan menyimpan barang-barang di pelabuhan dan bea cukai.
China mengharapkan lebih banyak perusahaan Amerika melihat pengawasan yang lebih ketat ketika berinvestasi di China. China secara konsisten mengatakan tidak ingin berperang, tapi mengatakan hal tersebut karena dipaksa oleh Amerika Serikat.
Faktanya, jika Anda menelusuri barang-barang AS senilai US$60 miliar dikenakan pajak yang tinggi pada minggu ini sebagai bentuk pembalasan Beijing, menurut Vinesh Motwani dari Silk Road Research, skala kenaikan pajak kurang dari apa yang dilaporkan.
Baca Juga: China Ancam Inggris Bahayanya Ikut Membatasi Huawei
Pada Desember tahun lalu, China menangguhkan pajak pembalasan untuk kendaraan maupun onderdil mobil, dan penangguhan itu tetap berlaku.
Para analis mengatakan, ini menandakan bahwa Beijing ingin menunjukkan itikad baik untuk menghadapi pertemuan antara kedua pemimpin di G20 di Jepang pada Juni mendatang.
Namun, Seni Perang Sun Tzu menetapkan: "Biarkan rencanamu menjadi gelap dan tidak bisa ditembus seperti malam, dan ketika Anda bergerak, cepat seperti petir."
Mungkin, jika pembicaraan pada Juni itu tidak berjalan dengan baik, China akan meninggalkan ruang bagi dirinya sendiri untuk menerapkan tekanan yang lebih keras lagi di masa depan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: