Gonjang-ganjing harga produk pangan kerap membuat pemerintah harus menjadi 'pemadam kebakaran' mengatasi persoalan tersebut. Rendahnya harga di tingkat petani atau produsen dan melonjaknya harga di tingkat konsumen karena rantai pemasaran yang cukup panjang.
Guna menjaga stabilisasi harga pangan dan memotong mata rantai distribusi komoditas pertanian, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah mengembang Toko Tani Indonesia (TTI). Dengan keberadaan TTI diharapkan produsen dan konsumen mendapatkan harga yang wajar.
Dalam pengembangannya, pemerintah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk membuka TTI. Artinya, pemerintah hanya mengelola TTI Centre, sedangkan masyarakat umum bisa mengelola atau membuka TTI di wilayahnya masing-masing.
Baca Juga: DKP Upayakan Toko Tani Indonesia Hadir di Setiap Kelurahan Kota Medan
Untuk meningkatkan pelayanan TTI, pemerintah pun mengembangkan e-commerce TTI. Dengan sistem online tersebut, produsen dan pengelola TTI dapat lebih mudah bertransaksi. Ibarat simbiosis mutualisme. Bagi produsen, baik petani maupun gabungan kelompok tani (gapoktan) tidak lagi kesulitan memasaran produknya. Sedangkan pengelola TTI lebih mudah mendapatkan barang.
"Aplikasi e-commerce TTI ini bisa diunduh di Playstore dengan nama Toko Tani Indonesia," kata Manajer TTIC, Inti Pertiwi Nasywari di Jakarta beberapa waktu lalu.
Namun, lanjutnya, aplikasi tersebut saat ini hanya untuk pengelola TTI dan produsen (petani dan gapoktan). Jadi, sifatnya masih business-to-business (B2B), bukan business to customer (B2C). "Username aplikasi ini hanya diberikan kepada produsen atau gapoktan dan pengelola TTI," katanya.
Baca Juga: Sediakan Pangan Murah, Peluncuran TTI Center Diserbu Warga Bogor
Namun, Inti menambahkan, pihaknya saat ini tengah membangun aplikasi B2C yang nantinya diharapkan lebih mudah mempertemukan produsen atau pengelola TTI dengan konsumen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti