Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memproyeksi pertumbuhan industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional mampu menembus hingga 9% pada tahun ini seiring dengan segmen pasar yang masih potensial. Capaian tersebut di atas perolehan pada triwulan I 2019 yang menyentuh angka 8,12% dengan nilai produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp21,9 triliun.
"Segmen yang masih menjanjikan di industri ini, di antaranya produk kosmetik, perawatan kulit, dan personal care. Sepanjang 2018, nilai PDB-nya mencapai Rp50 triliun. Apalagi, industri ini memproduksi kebutuhan manusia dari ujung rambut sampai ujung kaki," ungkap Menperin Airlangga Hartarto.
Airlangga optimistis, potensi industri farmasi, produk obat kimia, dan obat tradisional di Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang. Hal ini seiring bertambahnya jumlah penduduk, terutama adanya bonus demografi dan peningkatan daya beli masyarakat.
"Sektor industri ini menjadi andalan karena pertumbuhannya mampu melampaui pertumbuhan ekonomi. Apalagi produknya lagi diminati di pasar global. Indonesia punya potensi karena bahan bakunya banyak serta tumbuhnya masyarakat kelas menengah," paparnya.
Baca Juga: Pemerintah Racik Industri Kosmetik dan Jamu Jadi Sektor Andalan Ekspor
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, industri farmasi dan kosmetik termasuk juga industri obat tradisional menjadi salah satu sektor andalan. Artinya, kelompok industri ini diprioritaskan pengembangannya karena berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian nasional di masa yang akan datang.
"Pemerintah menyadari pembinaan industri farmasi, kosmetik, dan jamu merupakan kerja sama lintas sektoral yang saling terintegrasi," tegasnya.
Dalam pembinaannya, selain pemenuhan terhadap regulasi dari sisi kesehatan, juga diperlukan fasilitasi atau pembinaan untuk menjamin standar dan kualitas produk.
"Tentunya, Kemenperin tidak bisa jalan sendiri untuk mengawal kebijakan industri tersebut. Peran kementerian dan lembaga terkait seperti Kemenkes dan BPOM sangat penting sebagaimana peran asosiasi dunia usaha sebagai mitra pemerintah dalam memberikan masukan serta evaluasi kebijakan kepada pemerintah," paparnya.
Oleh karena itu, era industri 4.0 merupakan momentum untuk melakukan transformasi digital yang akan menciptakan nilai tambah baru dalam industri farmasi dan kosmetik. Misalnya, pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi ke tingkat konsumen melalui e-commerce.
"Dengan adanya e-commerce, penjualan dari pelaku industri ke konsumen akan semakin mudah sehingga usaha IKM bisa bersaing dengan industri skala besar," ujar Airlangga.
Upaya tersebut juga dinilai memberikan peluang baru dalam meningkatkan daya saing industri farmasi dan kosmetik dengan adanya perubahan selera konsumen dan perubahan gaya hidup.
Baca Juga: Internet Ubah Industri Kecantikan, E-Commerce Sumbang 10% Pendapatan
Guna meningkatkan daya saing industri nasional, Kemenperin telah melakukan upaya-upaya strategis, antara lain memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance serta tax holiday, melakukan pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor, serta pelaksanaan program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).
Di samping itu, Kemenperin tengah memfokuskan pengembangan pendidikan vokasi industri yang berbasis kompetensi, serta menjalankan program keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja agar tenaga kerja lokal mampu bersaing.
"Dengan pendidikan vokasi, diharapkan akan mampu menciptakan SDM yang kompeten, sesuai dengan kebutuhan dunia industri nasional saat ini. Sehingga tidak ada lagi kesenjangan antara kebutuhan tenaga kerja industri, dengan tenaga kerja lokal berkualitas yang tersedia," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Yosi Winosa
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: