Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penambahan 10 Pimpinan MPR, Seperti Bagi-Bagi Harta Rampasan Perang

Penambahan 10 Pimpinan MPR, Seperti Bagi-Bagi Harta Rampasan Perang Kredit Foto: Antara/M Agung Rajasa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Wain Advisory Indonesia, Sulthan Muhammad Yus mengatakan, wacana revisi undang-undang MD3 ternyata tidak lagi sekadar ditataran ide semata. Menurutnya, saat ini Baleg DPR telah menggodok wacana ini agar segera bisa dimasukkan dalam program legislasi nasional.

"Revisi ini terkait perubahan komposisi pimpinan MPR dari yang sekarang berjumlah 5 pimpinan menjadi 10 pimpinan. Upaya ini atas usulan faraksi-fraksi di DPR, prosesnya tinggal menunggu persetujuan Presiden," kata Sulthan dikutip dari SINDOnews, Jumat (30/8/2019).

Sulthan menilai, usulan penambahan kursi pimpinan MPR terkesan seperti bagi-bagi harta rampasan perang. Ia mengaku tidak melihat urgensi dari penambahan kursi tersebut.

Baca Juga: Pimpinan MPR Jadi 10 Orang, Nasdem Bilang...

Kata Sulthan, alih-alih ingin memperbaiki sistem kenegaraan yang ada dalam wadah MPR, lembaga yang dulu sempat menjadi lembaga tertinggi negara itu kini dianggap nyaris tidak punya kewenangan berarti, selain kerjanya juga tahunan dan terbatas pada seremonial semata.

"Kecuali amendemen UUD 1945 dan pemilihan presiden dan wakil presiden jika terjadi hal-hal di luar kewajaran. Tapi ini jarang sekali terjadi, terakhir era Gus Dur kala digantikan oleh Megawati. Jika pun terjadi tidak perlu sampai harus menambah pimpinan segala. Toh setiap anggota DPR dan DPD itu otomatis anggota MPR," ujar dia.

Menurut Sulthan, berbeda dengan DPR yang kerjanya harian dan memiliki kewenangan yang besar, namun MPR tidak dianggap demikian. Untuk itu, idealnya 5 kursi pimpinan MPR saja sudah lebih dari cukup, sehingga tak perlu ditambah-tambah.

Baca Juga: Gerindra Ingin MPR Dilibatkan Terkait Pemindahan Ibu Kota

"Kalau revisi UU MD3 ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan memperkuat fungsi MPR ini bisa dimaklumi, tetapi tentu melalui proses kajian secara komprehensif," ucapnya.

Ahli Hukum Tata Negara jebolan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menegaskan, penambahan pimpinan MPR berdampak negatif salah satunya beban anggaran negara yang akan membengkak. Dengan begitu, negara tidak perlu membiayai sesuatu yang fungsi dan porsinya absurd.

"Presiden harus jeli dan selektif dalam mengabulkan keinginan pragmatis dari partai politik ini. Sudah cukuplah manuver-manuver tak subtantif seperti ini, partai politik lebih baik memfokuskan diri untuk memenuhi janji kampanye dahulu untuk meningkatkan taraf kehidupan rakyat," tutur Sulthan yang juga analis politik asal UIN Jakarta ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: