Kementerian Pertanian (Kementan) terus menggalakkan pertanian organik pada semua komoditi pangan, di antaranya menggunakan pestisida hayati yang ramah lingkungan. Saat ini, kesadaran masyarakat akan bahaya residu pestisida pada makanan segar ataupun olahan semakin meningkat.
“Ini tantangan bagi kita karena sebagaimana diketahui peredaran pestisida kimia saat ini semakin meningkat, selain itu minat perusahaan mendaftarkan merk dagang pestisida kimia di Kementerian Pertanian pun selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun," ungkap Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan Edy Purnawan di Jakarta, Kamis (5/9/2019)
Edy menjelaakan pengendalian yang ramah lingkungan sebenarnya telah diterapkan di kalangan masyarakat petani walaupun pestisida kimia kian marak diperdagangkan.
Ada beberapa petani yang telaten dan tidak enggan bertanya ke Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit terdekat dan petugas Pengendali OPT tentang langkah pengendalian yang harus mereka lakukan terhadap serangan OPT yang mereka hadapi. Sebagaimana yang dilakukan sebagian besar petani kedelai di Provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Baca Juga: Gandeng Kodam IV Diponegoro, Kementan Gerakkan Tim Pompanisasi dan Tanam Padi Se-Jateng
"Contohnya di Bantul Yogyakarta, Kelompok Tani (Poktan, red) Ngudi Raharjo melakukan pengendalian ulat grayak pada tanaman kedelai seluas 25 ha dengan aplikasi agensia hayati diantaranya Nomuraea rileyi, Beauveria bassiana, dan Pseudomonas flourescent," cetus Edy.
Perlu diketahui, hal ini pun juga dilakukan di Sragen–Jawa Tengah dimana Poktan Ngudi Rahayu melakukan penyemprotan Trichoderma dan PGPR sebagai langkah pengendalian preemtif di lahan kedelai mereka. Ada lagi contohnya, Poktan Sido Makmur, di Blora Jawa Tengah juga berhasil menggunakan pestisida nabati untuk mengendalikan hama.
"Kementan akan terus mendorong pengembangan langkah dan upaya pengendalian secara ramah lingkungan dan kedepannya kami harap upaya pengendalian ini dapat diterapkan oleh petani-petani di wilayah yang lain," terang Edy.
Ketua Poktan, Sudartito, mengaku merasa terbantu oleh Kementerian Pertanian karena telah mengenalkan cara mengatasi serangan ulat ini. Penyemprotan pestisida biologi yang dikenalkan ke kami ini sangat berguna kedepannya.
Baca Juga: Kementan Tunjukkan Peningkatan pada Ekspor Pertanian di 2019
"Jadi kami tidak tergantung pada pestisida kimia yang harganya semakin hari semakin mahal," akuinya.
Sudartito menyebutkan telah melakukan penyemprotan pestisida nabati di lahan kedelai seluas 20 ha, untuk ulat grayaknya menyerang kedelai umur 30-40 Hari Setelah Tanam (HST), dan pakai aplikasi pestisida nabati ini ternyata efektif juga mengatasi serangan ulat grayak.
"Biaya lebih murah dan ramah lingkungan pastinya," cetusnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: