Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menyambut Biodiesel B100 di Indonesia

Oleh: Jessica Marpaung, Junior Researcher for Warta Ekonomi

Menyambut Biodiesel B100 di Indonesia Kendaraan melintas di kawasan perkebunan kelapa sawit PTPN VI, Sariak, Pasaman Barat, Sumatra Barat, Sabtu (1/12/2018). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, sektor kelapa sawit menghadapi penurunan harga crued palm oil (CPO) sebesar 24 persen, dari 636 dolar AS per ton menjadi 485 dolar AS per ton hingga akhir Oktober 2018. | Kredit Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Banyaknya isu-isu negatif yang menyerang sektor kelapa sawit ini telah membuat persepsi buruk terhadap industri ini. Beberapa isu negatif seperti eksploitasi hutan menjadi perkebunan sawit, emisi gas CO2, atau kandungan berbahaya minyak sawit pada sejumlah produk sehari-hari.

Isu negatif yang ada telah mengakibatkan ekspor minyak sawit kian menurun. Selain itu, tantangan datang dari Uni Eropa yang menaikkan bea masuk biodiesel asal Indonesia sebesar 8-18% per 4 Januari 2020 mendatang.

Padahal dilihat dari kacamata ekonomi, produk CPO dan turunannya ini telah membantu peningkatan ekonomi daerah terpinggirkan sekaligus salah satu kontributor devisa nonmigas terbesar bagi Indonesia sejak tahun 2010 silam. Dari sisi sosial, sektor ini telah membuka jutaan lapangan kerja baru bagi masyarakat desa.

Perkembangan riset melalui program BPDP KS hingga 2019 ini juga menunjukkan bahwa kelapa sawit merupakan komoditas yang ramah lingkungan karena seluruh bagian tanaman ini hingga limbahnya dapat digunakan dan memiliki nilai ekonomis, seperti misalnya inovasi produk dari batang sawit hasil peremajaan sebagai bahan baku perkayuan.

Baca Juga: Tegaskan Dukung Sawit Indonesia, Uni Eropa: Tak Ada UU Diskriminatif

Tentunya, pemerintah tidak tinggal diam menghadapi persoalan ini. Memproduksi minyak sawit sebagai bahan campuran untuk bahan bakar biodiesel merupakan salah satu cara yang digagas oleh pemerintah. Kebijakan B20 secara sah ditetapkan pada 23 Agustus 2018 sebagai jawaban atas masalah kelebihan suplai di dalam negeri sekaligus mewujudkan harga CPO yang stabil.

Rekomendasi hasil uji jalan B30 juga sudah ditargetkan pada September 2019 dan pada awal Oktober 2019 sudah dapat dialokasikan pengadaannya untuk badan usaha bahan bakar nabati. Pelaksanaan road test ini diuji oleh Badan Litbang ESDM, Enegri Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan dukungan pendanaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP KS).

Selanjutnya uji mendalam juga sudah dilakukan untuk Biodiesel B50 dan B100 yang ditargetkan akan rampung pada tiga tahun yang akan datang. Lalu apa sebenarnya yang dapat dipersiapkan untuk menyambut Biodiesel B100 di Indonesia?

Pertanian yang berkelanjutan adalah salah satu solusinya. Peran pemerintah untuk mendukung produsen kelapa sawit agar penerapan praktik pengelolaan berkelanjutan dapat merata apalagi dengan sertifikasi ISPO terkhusus untuk petani swadaya yang 70% petani di Indonesia belum mendapatkannya.

Kemudian permohonan petani melalui Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) ingin ketegasan dan konsistensi pemerintah untuk menetapkan besarnya pungutan ekspor yang saat ini masih dinolkan. Jika pungutan ekspor diadakan maka hal tersebut dapat membantu beasiswa anak petani serta buruh sawit, riset biodiesel, kegiatan petani seperti peremajaan sawit rakyat, dan pelatihan kompetensi petani agar produktivitas perkebunan yang dikelola petani lebih baik dan berkelanjutan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: