Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gegara Perppu Jokowi Bisa Dimakzulkan? Pakar: itu Keliru

Gegara Perppu Jokowi Bisa Dimakzulkan? Pakar: itu Keliru Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Mensesneg Pratikno (kanan) menyampaikan sikap tentang rencana pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (20/9/2019). Presiden meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pengesahan RKUHP dan mengkaji ulang sejumlah 14 pasal dalam RKUHP yang rencananya akan disahkan pada 24 September 2019. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/pd. Original size: 5568 x 3712 px, 1.7 Mb | Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai Presiden Jokowi tidak bisa dimakzulkan hanya karena menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait KPK yang didesak oleh mahasiswa.

Baca Juga: Perppu KPK Apa Kabar, Puan Nggak Berani Memastikan

"Itu keliru dari aspek hukum tata negara, karena Perppu itu sendiri konstitusional," ujar Bivitri di Jakarta, Jumat.

Bivitri menjelaskan penerbitan Perpu telah diatur dalam pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945, sehingga bila dilakukan tidak akan berdampak secara hukum.

Terlebih, beberapa Presiden Indonesia juga pernah menerbitkan Perpu, termasuk Jokowi. Bivitri mencatat setidaknya Jokowi telah dua kali menerbitkan Perpu, yakni Perpu organisasi massa (ormas) dan kebiri.

"Jadi intinya ini biasa saja, hanya Presiden secara subjektif mau menimbang tentang situasi-situasi yang berkembang sehingga dia mau mengeluarkan Perpu, maka silahkan dikeluarkan lalu kemudian dinilai DPR," ucap dia.

Adapun pemakzulan terhadap Presiden telah diatur dalam pasal 7A UUD 1945. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Presiden bisa diberhentikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bila terbukti melakukan pelanggaran hukum.

Bivitri mengatakan pelanggaran hukum yang dimaksud yakni pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.

"Dan itu pun tidak mudah, harus di bawa dulu ke Mahkamah Konstitusi," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: