Lebih lanjut, ia menduga buzzer yang lebih ramai ketimbang para top influnce karena percakapan dan perilaku para politisi Indonesia tidak berkualitas dan akhirnya buzzer mengambil peran sebatas menyebar pernyataan mereka.
“Mereka tidak bisa mengeluarkan ide otentik. Akhirnya ada pesanan, ada permintaan untuk menyebar pesan,” tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil