Kekacauan yang terjadi berbulan-bulan telah mengganggu ekonomi Hong Kong. Wilayah administrasi khusus China itu kini memasuki masa resesi.
Sekretaris Keuangan Hong Kong, Paul Chan Mo-po, mengatakan bahwa data keuangan yang akan dirilis pemerintah pada Kamis ini menunjukkan ekonomi Hong Kong menghadapi resesi dua kuartal berturut-turut. "Pukulan terhadap ekonomi kita yang sangat komprehensif," kata dia di sebuah blog, dikutip rt.com, Senin (28/10/2019).
Baca Juga: Tegas, Pemimpin Hong Kong Yakin Tak Akan Dicopot dari Jabatannya karena...
Chan mengatakan, Hong Kong gagal mencatat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) selama setahun penuh. Bahkan, bisa menghadapi kontraksi ekonomi tahunan pertamanya sejak 2009. PDB bekas wilayah kekuasaan Inggris itu turun sekitar 2,7 persen dibanding tahun sebelumnya setelah krisis keuangan global.
"Tampaknya sangat sulit bagi kita untuk mencapai pertumbuhan ekonomi setahun penuh dari nol hingga satu persen. Saya juga tak akan mengesampingkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi akan negatif," katanya.
Aksi unjuk rasa besar-besaran yang dipicu terbitnya undang-undang ekstradisi telah berlangsung lima bulan. Tak ada tanda-tanda mengalah, baik dari pihak pemerintah maupun pengunjuk rasa. Kekacauan terjadi pada hari Minggu. Gerombolan perusuh menghalangi jalan, membakar toko, dan melemparkan bom bensin. Untuk membubarkan kerumunan, polisi menyemprotkan gas air mata dan meriam air.
Kerusuhan berdampak pada bisnis dan bank lokal karena para demonstran mencoba menyerang entitas yang terkait dengan China daratan. Sektor pariwisata terkena dampak terburuk karena kedatangan wisatawan turun hampir 50 persen dalam dua minggu pertama Oktober menyusul penurunan gabungan 39 persen pada Agustus dan September.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lili Lestari
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: