Kenapa di Kantor Kerap Terjadi Kasus Kejahatan?
Oleh: Handoko Gani, Instruktur Ahli Deteksi Emosi dan Kredibilitas (Microexpression; Gesture; Voice; and Verbal Analysis Expert; Lie Detector)
Hari ini, 25 November, sekitar 46 tahun lalu, Albert DeSalvo meninggal dunia. Siapakah dia? Pria kelahiran Massachusetts, Amerika Serikat, tersebut merupakan seorang pembunuh berantai yang dikenal dengan nama Boston Strangler (Pencekik dari Boston) yang telah membunuh 13 wanita di Boston antara tahun 1962 hingga 1964.
Pada April 1962 pria yang memiliki nama lengkap Albert Henry DeSalvo ini justru sempat dibebaskan. Hingga kini banyak pihak yang masih memperdebatkan kejahatannya.
Kasus Boston Strangler juga kasus yang melibatkan Dr. James A Brussel, seorang psikiater forensik yang sangat terkenal karena berhasil mengungkap kasus Mad Bomber di New York. Nah, yang unik dari kasus Boston Strangler ini adalah
1. Semua korban adalah seorang perempuan;
2. Pencekik tidak mencuri kunci, tidak memecahkan jendela, dan dipersilakan masuk oleh korban;
3. Peristiwa kejatahan terjadi di siang bolong;
4. Tidak ada tanda-tanda perlawanan dari korban;
5. Tubuh wanita yang ditemukan: kakinya membuka dengan sudut lebar, bagian-bagian pakaiannya sobek, ada ikatan di leher korban.
Akhirnya, kasus ini terpecahkan setelah Dr. James menggunakan argumen induktif dengan teknik crime scene analysis. Apa itu argumen atau hipotesis induktif?
Argumen/hipotesis yang dimungkinkan karena alasan/premis pendukungnya kuat. Lantas, apa relevansinya pembunuhan berantai ini dengan kasus korporasi? Kasus serial murder biasanya mengikuti pola pikir repeat victimization.
Repeat victim yang dimaksud adalah kategori orang tertentu (wanita, status single, dan terbuka pada fantasi seks) yang tinggal di radius geografis tertentu (geographical pattern). Nah, di kantor seringkali berbagai kasus yang sama berulang-ulang terjadi di dalam perusahaan atau mungkin divisi yang sama. Kasus-kasus ini bisa dilakukan sendirian tetapi juga bisa dilakukan secara berkelompok.
Selain itu, peristiwa bisa dilakukan atas inisiatif sendiri ataupun dipaksa kelompok karena berbagai alasan termasuk kehormatan, junioritas dalam ormas, dan seterusnya. Kasus berulang ini menjadi unik karena tidak terungkap-ungkap secara tuntas.
Jika sudah demikian, lantas apa yang harus dilakukan? Nah, di sinilah peran criminal profiling perlu dioptimalkan. Begitu juga, teknik behavioral evidence analysis serta teknik interview yang lebih advanced.
Jenis pertanyaan standar seperti 5W1H perlu dimodifikasi. Teknik interogatif juga perlu diselingi teknik investigatif. Bahkan, teknik forensic hypnotis interview. Kasus sulit tentu tidak bisa dipecahkan dengan cara yang biasa, bukan?
Get Trained
Warta Ekonomi memiliki komitmen untuk menciptakan dunia bisnis yang lebih baik. Daftarkan diri Anda di kegiatan Teknik Interview dan Analisis Perilaku untuk Kasus Sulit (Full Praktik) melalui link berikut ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: