Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mendagri Bersama Masyarakat Antisipasi Potensi Polarisasi pada Pilkada 2020

Mendagri Bersama Masyarakat Antisipasi Potensi Polarisasi pada Pilkada 2020 Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, mengajak seluruh stakeholder dan elemen masyarakat untuk bersama melawan ancaman Pilkada 2020. Hal itu diungkapkannya di Jakarta, Minggu (15/12/2019).

"Memang butuh kerjasama semua pihak, Pemerintah, penyelenggara, peserta, juga masyarakat untuk melawan ancaman Pilkada 2020 ini," kata Bahtiar.

 

Bahtiar juga menekankan netralitas dan profesionalisme penyelenggara merupakan bagian dari mewujudkan pilkada yang berintegritas. Penyelenggara pilkada harus berkomitmen penuh menjalankan tugas dan fungsinya sesuai yang diamanatkan UU maupun peraturan.

Baca Juga: Anak dan Mantu Jokowi Maju Pilkada, Eks Cawapres Cuma Bilang...

"Netralitas, profesionalitas, dan integritas penyelenggara yaitu KPU maupun Bawaslu, karena kunci dari Pemilu yang sukses dan berintegritas juga ditopang oleh penyelenggara yang berintegritas pula," ujarnya.

Dia menambahkan, pengalaman kasus-kasus Pilkada sebelumnya menunjukkan bahwa terdapat pelanggaran etik penyelenggara pemilu yang diberi sanksi oleh DKPP maupun beberapa kasus dugaan tindak pidana pemilu yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu didaerah yang telah diproses oleh aparat penegak hukum.

Keberpihakan dan ketidaknetralan penyelenggara pemilu pada salah satu pasangan calon kepala daerah secara langsung menjadi sumber utama konflik dalam seluruh proses tahapan pemilihan kepala daerah.

"Oleh karena itu pengawasan masyarakat maupun kontrol pers/media, untuk tidak ragu-ragu mengungkap dan mengontrol secara ketat terhadap kinerja, perilaku dan intergritas penyelenggara pemilu didaerah," kata Bahtiar.

Dia juga berharap DKPP lebih proaktif dan cepat memproses secara terbuka kasus-kasus dugaan pelanggaran etik yang sangat mungkin terulang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada 2020 mendatang.

Kunci sukses pelaksanaan pilkada adalah seberapa besar tingkat kepercayaan masyarakat didaerah tersebut dan kepercayaan para kontestan pilkada terhadap proses pelaksanaaan dan hasil pelaksanaan pilkada yang dikelola oleh penyelenggara pemilu baik Bawaslu maupun KPU daerah tersebut.

"Jika masyarakat dan para kontestan percaya terhadap proses dan hasil pelaksanaan pilkada maka potensi konflik dapat dieliminir dan bahkan takkan terjadi konflik apapun," ucap Bahtiar.

 

Bahtiar melanjutkan, Pilkada 2020 pada 270 daerah akan melibatkan lebih dari 3 juta orang penyelenggara pemilu baik penyelenggara pemilu ditingkat kecamatan, desa/kelurahan maupun penyelenggara di TPS.

Baca Juga: Sudah Bukan Mendagri Lagi, Apa Kapasitas Tjahjo Bertemu Ketum PPP?

Pihaknya harus memastikan para penyelenggara tersebut adalah orang-orang yang berintegritas. Merekrut jutaan orang penyelenggara pemilu adhoc yang profesional, netral dan berintegritas bukanlah pekerjaan yang mudah.

 

Oleh karena itu, sejak awal masyarakat dan pers harus mengontrol proses rekruitmen para penyelenggara pemilu adhoc (Panitia Pemilihan Kecamatan, Pengawas Kecamatan, Panitia Pemilihan Kelurahan/Desa, Pengawas tingkat kelurahan/desa, panitia dan pengawas pemilihan tingkat TPS yang akan diseleksi oleh KPU dan Bawaslu tingkat daerah pada tahun 2020 mendatang.

"Para penyelenggara adhock yang pernah diputus bermasalah dalam pelaksanaan pemilu dan pelaksanaan pilkada sebelumnya jangan sampai terpilih lagi menjadi penyelenggara adhock dalam pilkada 2020," tegas Bahtiar.

Potensi terjadinya polarisasi di tengah masyarakat harus pula diantisipasi dengan baik. Utamanya, dalam media sosial yang memungkinkan setiap orang membuat konten sesuai kehendaknya masing-masing. Hoaks, ujaran kebencian, kampanye negatif yang dapat menggangu persatuan dan kesatuan harus dicegah secara maksimal.

"Hati-hati juga dengan produksi konflik yang ditimbulkan media sosial, ada hoaks, dan lain-lain, apalagi mendekati hari pelaksanaannya, biasanya suasana menjadi panas, kampanye tersebut harus dilawan dengan kampanye positif. Di sinilah peran peserta Pilkada dan Parpol agar ikut serta meminimalisir suasana panas dan konflik di tengah masyarakat," jelas Bahtiar.

Ia juga menambahkan, politik identitas, politisasi isu SARA juga diduga masih akan menjadi ancaman pada Pilkada tahun 2020 yang akan dilaksanakan di 270 daerah itu. Sejatinya, ancaman dan potensi ini perlu menjadi perhatian bersama untuk diantisipasi seluruh komponen bangsa, terutama bagi daerah yang akan melakukan perhelatan akbar demokrasi itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: