Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Terkait Libya, Turki Harus Berpegang Teguh pada Perjanjian Berlin

Terkait Libya, Turki Harus Berpegang Teguh pada Perjanjian Berlin Kredit Foto: Foto: Reuters.
Warta Ekonomi, Roma, Italia -

Turki harus berpegang teguh pada komitmen yang dibuatnya pada konferensi Berlin tentang Libya dan mencegah perang proxy terjadi di negara yang terletak di Afrika Utara itu. Hal tersebut disampaikan Marco Minniti, mantan Menteri Dalam Negeri Italia.

Pada 19 Januari, Berlin menjadi tuan rumah konferensi internasional tentang rekonsiliasi Libya, dengan Turki sebagai salah satu pesertanya. Dalam komunike bersama, para penandatangan berjanji untuk menahan diri dan membantu pihak-pihak yang bertikai mencapai kata damai dan mengawasi embargo senjata di Libya.

Baca Juga: PBB: Embargo Senjata terhadap Libya Tak Ada Artinya

Namun, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa negaranya, yang baru-baru ini mengirim pasukan ke Libya, akan mempertahankan kehadiran militernya di sana untuk mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) dalam perang melawan Tentara Nasional Libya.

"Saya prihatin dengan kenyataan bahwa Libya dapat menjadi medan konflik militer dan konfrontasi diplomatik dengan negara-negara yang tidak ada hubungannya dengan Libya. Kita harus menghindari perang proksi, ini adalah hal yang paling penting, dan saya berharap bahwa teman-teman Turki adalah menyadari hal ini," ucap Minniti.

Pria yang saat ini duduk di Parlemen Italia tersebut mengatakan, pemahaman atas langkah Turki untuk mencapai nota kesepahaman tentang kerja sama keamanan dan pertahanan dengan GNA.

"Saya tidak membantah Nota Kesepahaman yang ditandatangani antara Turki dan GNA. Tentu saja, bagi Turki sangat menantang untuk pindah dari Mediterania Timur ke Mediterania Tengah", ungkapnya.

Namun, Minniti memperingatkan Turki agar tidak bertindak terlalu jauh, dengan mengatakan bahwa begitu diseret lebih dalam ke dalam konflik Libya, pada akhirnya Turki bisa kehilangan kendali atas situasi tersebut.

"Seseorang dapat diyakinkan mengendalikan situasi, tetapi saya dapat mengatakan dari pengalaman pribadi saya, dan saya akrab dengan situasi itu secara terperinci, bahwa seseorang harus menghindari menjadi seorang tukang sihir," ungkapnya.

"Karena ketika Anda memohon hantu, mungkin terjadi bahwa Anda akhirnya kehilangan kendali atas mereka. Saya pikir perlu bagi Turki, sebagai salah satu pihak penandatangan Berlin, untuk mematuhi perjanjian Berlin," tukasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Shelma Rachmahyanti

Bagikan Artikel: