Pemerintah melalui Menteri ESDM Arifin Tasrif pada Rabu (18/3), memutuskan untuk menurunkan harga gas bumi untuk industri menjadi USDD 6 per MMbtu mulai tanggal 1 April 2020.
Terkait itu, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai keputusan tersebut akan berdampak pada semua sektor. Termauk, Sektor midstream menjadi yang paling terpukul, seperti PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) sebagai pelaku industri midstream.
"Untuk midstream ini saya kira yang akan paling berdampak. Jika Pemerintah menekan biaya distribusi dan transportasi turun menjadi 1,5-2 dolar AS per MMbtu akan sangat memberatkan industri midstream ini," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (19/3/2020).
Baca Juga: PGN Bakal Gasifikasi di 52 Pembangkit Listrik PLN
Baca Juga: K3S Bisa Untung Besar, Kok PGN Dipaksa Merugi?
Lanjutnya, ia mengatakan kebijakan ini berpotensi menggerus PGN sebagai BUMN. Menurutnya, hal ini dapat terjadi mengingat sebagai Badan Usana yang berniaga menggunakan infrastruktur, 95 persen biaya yang dikeluarkan PGN bersifat fixed cost.
"Pembangunan pipa transmisi, distribusi, dan pembangunan terminal regasifikasi untuk LNG semua sudah dilakukan dengan investasi yang tidak sedikit, jadi penurunan biaya capex sudah tidak mungkin dilakukan. Biaya operasi dan pemeliharaan jaringan juga tidak bisa dipangkas begitu saja karena terkait kehandalan jaringan pipa dan aspek safety" lanjutnya.
Lebih lanjut, ia juga mengkhawatirkan nasib perngembangan industri midstream ke depan karena dianggap tidak menguntungkan lagi.
"Padahal untuk mendukung optimalisasi pemanfaatan gas bumi domestik, kita masih butuh banyak sekali investasi di infrastruktur gas bumi. Saya masih belum melihat secara detail dari rencana Menteri ESDM untuk sektor midstream ini ke depannya akan seperti apa," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, perlu ada rencana dari pemerintah untuk bisa melindungi industri midstream ini. "Industri gas itu butuh infrastruktur dari wellhead sampai ke end user. Atau dari terminal LNG sampai ke end user. Jadi, jangan sampai sektor midstream menjadi terpukul akibat penurunan harga ini, dan pada akhirnya akan menghambat perkembangan industri gas bumi nasional," ujar Mamit.
Selain berpotensi membuat PGN rugi, penurunan harga gas juga akan memangkas penerimaan negara. Salah satu penerimaan negara yang terbesar adalah PNBP Migas dimana tahun 2019 sebesar Rp115,1 triliun.
Dengan demikian, di tengah turunnya harga minyak dunia saat ini dan penurunan penerimaan negara dari gas bumi maka target PNBP migas dalam APBN 2020 sebesar Rp 127,3 triliun akan sulit tercapai.
"Terkait dengan penurunan harga gas untuk industri sebesar USD 6 per MMbtu di plant gate konsumen, saya kira ini akan berdampak pada semua sektor baik itu hulu dan midstream. Untuk sektor hulu, sebagaimana yang diutarakan oleh Menteri ESDM tidak ada pemotongan dari K3S (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) tapi pemotongan dari penerimaan negara," ucapnya.
Dengan kondisi seperti ini, SKK Migas harus melakukan pengawasan yang ketat kepada K3S untuk lebih bisa efisien lagi dalam pelaksanaan operasional karena harga sedang turun dan pendapatan negara berkurang.
"Melalui efisiensi diharapkan bisa membantu pengurangan pendapatan pemerintah. Tapi, jangan sampai juga pengetatan ini menggangu investasi di sektor migas karena kita sedang berusaha untuk meningkatkan produksi kita," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil