Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Biar Gak Tekor, Perbankan Harus Hati-Hati Terapkan Relaksasi Kredit

Biar Gak Tekor, Perbankan Harus Hati-Hati Terapkan Relaksasi Kredit Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A

"Sebagian besar pinjaman mereka itu di bawah Rp10 miliar. Nah, itu pasti akan terjadi masalah missmatch atau cashflow buat banknya sendiri. Nah, bagi masyarakat sendiri tetap ada problem karena dengan penundaan cicilan bunga juga tetap. Jadi, itu dihitung bunga setahun lagi ke depan, justru beban dia akan naik," tukasnya.

Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, jika relaksasi kredit atau penundaan cicilan diberlakukan kepada semua debitur, dampak ke perbankannya akan besar sekali terutama pada rasio kredit bermasalah (NPL). Ia memperkirakan, NPL bank akan melonjak tinggi dari posisi sekarang ini yang berada pada kisaran 2,79% (gross) dan NPL net sebesar 1,00% per Februari 2020.

Baca Juga: Banyak Leasing Ogah Liburkan Cicilan Kredit Ojol, Gak Patuhi Perintah Jokowi?

"Di negara lain itu justru sektor keuangan yang paling dijaga jangan sampai jatuh karena kalau sektor keuangan itu jatuh dampaknya bisa ke mana-mana. Ini NPL saja sudah segini. Apalagi kalo diterapin kepada semua (debitur) itukan bisa tinggi NPL-nya. Jadi, pasti itu NPL-nya akan naik luar biasa. Terus yang harus OJK pikirkan itu adalah indikator kesehatan bank sama GCG kan. Karena pasti indikatornya akan turun semua," paparnya.

Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) yang juga sebagai Ekonom Senior Mirza Adityaswara pun berpendapat bahwa bila aturan itu diimplementasikan kepada seluruh debitur, akan merugikan dua sektor industri keuangan yakni perbankan dan perusahaan pembiayaan (multifinance). Bahkan, kata dia, jika dua sektor ini "bangkrut", perekonomian nasional pun akan terganggu.

"Perbankan harus tetap membayar bunga kepada penabung (deposan), tapi bank tidak menerima pendapatan dari debitur. Yang akan terjadi kerugian besar," ujar Mirza.

Mirza menilai, perbankan akan menanggung beban yang besar jika seluruh debitur menangguhkan cicilan utangnya selama satu tahun. Terlebih sekitar 30% kredit perbankan merupakan kredit konsumsi layaknya KPR dan KPM. Sementara sekitar 15% hingga 20% di antaranya ialah kredit UMKM. Dirinya bahkan mengumpamakan, perputaran kredit perbankan dan kredit perusahaan pembiayaan layaknya darah di tubuh manusia. Artinya, tanpa aliran kredit maka perekonomian akan berhenti dan tidak berjalan semestinya.

"Bahwa sekitar 30% kredit perbankan adalah kredit sektor konsumsi dan sekitar 15% sampai dengan 20% adalah kredit UMKM sehingga kita menghadapi risiko default yang disengaja untuk eksposur sampai 50% kredit nasional atau setara dengan Rp2500 triliun. Suatu jumlah yang pasti akan membangkrutkan ekonomi Indonesia," tegasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menegaskan adanya pemberian relaksasi kepada pelaku usaha mikro dan kecil berupa penundaan pembayaran cicilan selama satu tahun ke depan guna mengantisipasi pelemahan ekonomi akibat pandemi virus corona.

"Saya sudah bicarakan dengan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) akan beri relaksasi kredit di bawah Rp10 miliar, diberikan penundaan cicilan sampai satu tahun dan penurunan bunga," kata Jokowi.

Sementara pada POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019, mekanisme restrukturisasi kredit atau pembiayaan juga bisa dilaksanakan berdasarkan penilaian kualitas aset, antara lain dengan cara:

a. penurunan suku bunga;

b. perpanjangan jangka waktu;

c. pengurangan tunggakan pokok;

d. pengurangan tunggakan bunga;

e. penambahan fasilitas kredit/pembiayaan;

f. konversi kredit/pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara.

OJK pun menyampaikan bahwa prioritas debitur yang mendapat keringanan harus memenuhi berbagai persyaratan. Pertama, debitur terkena dampak Covid-19 dengan nilai kredit/leasing di bawah Rp10 miliar untuk antara lain pekerja informal, berpenghasilan harian, usaha mikro dan usaha kecil (Kredit UMKM dan KUR).

Kedua, keringanan dapat diberikan dalam periode waktu maksimum 1 tahun dalam bentuk penyesuaian pembayaran cicilan pokok/bunga, perpanjangan waktu atau hal lain yang ditetapkan oleh bank/leasing. Ketiga, mengajukan kepada bank/leasing dengan menyampaikan permohonan melalui saluran komunikasi bank/leasing. Keempat, jika dilakukan secara kolektif misalkan melalui perusahaan, direksi wajib memvalidasi data yang diberikan kepada bank/leasing.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: