Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menelusuri Cerita Profesor Penemu Virus Ebola yang Kini Melawan Virus Corona

Menelusuri Cerita Profesor Penemu Virus Ebola yang Kini Melawan Virus Corona Peter Piot, ilmuwan asal Belgia yang membantu menemukan virus Ebola dan memimpin program bersama PBB untuk menangani HIV/Aids antara 1995 dan 2008, dan saat ini adalah penasihat virus corona untuk Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen. | Kredit Foto: BBC
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peter Piot, ilmuwan yang membantu menemukan virus Ebola, bercerita tentang pengalamannya berjuang melawan Covid-19.

Piot, direktur London School of Hygiene and Tropical Medicine, sepanjang kariernya menangani berbagai penyakit menular, dan merupakan salah satu penemu virus Ebola pada 1976.

Baca Juga: Tak Sempat Belajar dari Kasus Ebola, Robot Belum Bisa Tangani Virus

Ilmuwan asal Belgia ini memimpin program bersama PBB untuk menangani HIV/Aids antara 1995 dan 2008, dan saat ini adalah penasihat virus corona untuk Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen.

Pengalamannya melawan Covid-19 adalah perjuangan melawan kematian, kata Piot.

Dalam wawancara yang dimuat majalah Science, profesor yang tak pernah sakit parah ini mengatakan, "Setelah 40 tahun mempelajari dan memimpin langkah menangani penyakit menular termasuk HIV dan AIDS, akhirnya saya terkena virus".

Piot yang mendapatkan penghargaan pada 2017 dari Ratu Inggris Elizabeth atas jasanya dalam sains, saat ini masih dalam proses pemulihan setelah mengalami pneumonia parah dan harus dirawat di rumah sakit.

Pengalaman profesional dalam berbagai penyakit menular memberinya masukan tersendiri terkait kemungkinan dampak virus terhadap kesehatan masyarakat.

Gangguan ginjal kronis dan jantung

Ia memperkirakan banyak orang yang akan mengalami gangguan ginjal kronis dan masalah jantung setelah terinfeksi virus.

Namun ia mengungkapkan harapannya bahwa krisis akibat pandemi Covid-19 ini akan meredakan ketegangan politik terkait vaksin dan memaksa pegiat antivaksin mengkaji ulang penolakan mereka serta memimpin reformasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dalam wawancara pertama sejak terinfeksi virus, profesor Piot mengatakan ia mulai merasakan gejala Covid-19 pada tanggal 19 Maret dengan sakit kepala berat dan suhu badan naik.

Gejala lain yang ia rasakan dan tak terkait virus corona adalah, "Tulang tengkorak kepala dan rambut sangat sakit, dan aneh sekali rasanya," katanya kepada majalah Belgia Knack dalam bahasa Belanda.

Versi bahasa Inggrisnya diterbitkan di majalah Science.

Saat awal ia tidak mengalami batuk namun instingnya menyebut ia terinfeksi Covid-19.

Ketika itu ia merasa gejala tersebut akan hilang dan tetap melanjutkan kerja sebagai penasehat khusus presiden komisi Eropa, Ursula von der Leyen.

Dirawat di rumah sakit karena virus setelah empat dekade menangani penyakit menular, merupakan sesuatu yang tidak ia perkirakan.

Virus 'balas dendam'

"Saya mengabdikan hidup saya untuk memerangi virus dan akhirnya, mereka balas dendam. Selama satu minggu saya berada antara surga dan dunia, di ujung kehidupan," katanya.

"Saya tidak pernah sakit parah dan tidak pernah absen karena sakit dalam 10 tahun terakhir. Saya menjalani hidup sehat dan jalan teratur. Risiko saya terinfeksi corona adalah umur saya. Saya 71 tahun. Saya optimistik dan saya akan lewati ini," katanya.

Piot adalah salah satu kritikus Inggris, PBB dan WHO atas langkah menangani wabah Ebola di Afrika Barat pada 2014, yang ia katakan "terlalu lamban".

"Saya senang saya terinfeksi corona dan bukan Ebola," katanya kepada majalah itu.

Setelah dua minggu isolasi diri, Piot dirawat di rumah sakit.

Guru besar penyakit menular ini memiliki kadar oksigen rendah, gejala virus corona bagi pasien yang tidak tersengal-sengal tapi dengan kadar oksigen di bawah level biasanya.

"Gambar paru-paru menunjukkan saya mengalami pneumonia, ciri Covid-19, dan juga bakteri pneumonia. Saya merasa lelah, dan biasanya saya penuh energi. Bukan sekadar lelah tapi luar biasa letih. Saya tidak akan pernah lupa rasanya.

"Saya harus dirawat dan saat ini saya sudah negatif. Ini tipikal Covid-19, virusnya hilang tapi konsekuensinya berminggu-minggu," kata Piot.

Akan banyak orang yang cuci darah

"Saya khawatir saya akan mendapatkan bantuan nafas melalui ventilator karena saya membaca artikel yang menunjukkan langkah itu meningkatkan risiko kematian. Saya takut sekali, dan untungnya, mereka memberi saya oksigen dan berhasil. jadi saya ditempatkan di ruang isolasi.

"Saya berada dalam satu bangsal dengan tunawisma, petugas kebersihan Kolombia dan seorang pria dari Bangladesh. Semuanya penderita diabetes, yang memang konsisten dengan gambaran penyakit itu."

Piot melanjutkan bahwa, "Hari-hari dan malam-malam ini sepi karena tak ada yang punya energi untuk berbicara.

"Selama berminggu-minggu, saya hanya bisa berbisik, dan bahkan sekarang suara saya melemah pada malam hari. Namun saya selalu bertanya-tanya, bagaimana kondisi saya nanti setelah keluar dari situasi ini?"

Piot keluar dari rumah sakit setelah satu minggu namun dirawat lagi beberapa hari kemudian.

Tujuh minggu setelah terkena virus, Piot masih dalam kondisi pemulihan dan masih banyak pertanyaan di kepalanya.

"Akan ada ratusan atau bahkan ribuan orang di seluruh dunia, mungkin lebih, yang akan perlu perawatan seperti cuci darah seumur hidup mereka," kata Piot memprediksi pasien yang sembuh dari virus corona.

"Kita belajar sambil jalan. Itulah mengapa saya kesal mendengar banyak komentator yang tanpa cukup informasi, mengkritik ilmuwan dan pemegang kebijakan yang berusaha keras menekan epidemi ini. Itu sama sekali tak adil," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: