Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto menyebut Aksi pembakaran bendera PDIP diduga untuk menganggu pemerintahan. Bahkan, ia mengganap dengan mengusik PDIP sama saja dengan mengusik Presiden Jokowi. Karena Jokowi adalah kader banteng juga.
Selain itu, ia juga mengkaitkan pembakaran tersebut dengan tragedi "kudatuli" atau kerusuhan 27 Juli 1996.
PDIP terus bereaksi atas kasus pembakaran bendera partainya di depan Gedung DPR/MPR, Rabu (24/6/2020) lalu. Meskipun sejumlah kadernya sudah turun ke jalan, partai jawara Pemilu 2014 dan 2019 ini menegaskan tetap menempuh jalur hukum.
Baca Juga: Risma Marah Besar pada Jokowi, Gara-gara Ini
Baca Juga: Bendera PDIP Dibakar, Ferdinand Demokrat Tanya: Siapa yang Percaya Pelaku Itu Penyusup?
"Serangan ke PDI Perjuangan punya tujuan lebih jauh, mengganggu pemerintahan Pak Jokowi," kata Hasto dalam keterangannya, kemarin.
Menurutnya, Indonesia bukan milik sekelompok orang dan pasangan Presiden serta Wakil Presiden RI semata, tapi milik semuanya. Terlebih Jokowi-Ma'ruf adalah pemimpin yang selalu berdialog dan mendengarkan aspirasi rakyat.
"Untuk itu, PDI Perjuangan menegaskan bahwa dialog dan musyawarah kita kedepankan, namun jangan uji kesabaran revolusioner kami," tegasnya.
Hasto menyatakan, seluruh kader PDIP saat ini satu komando. Termasuk soal langkah hukum yang ditempuh pihaknya. Soal langkah hukum ini, Hasto kemudian menyinggung soal tragedi Kudatuli.
Saat itu, lanjut dia, banyak kader PDI yang mengusulkan untuk melakukan perlawanan terhadap rezim Orde Baru di bawah Soeharto. Namun, Megawati Soekarnoputri memilih menempuh jalur hukum.
"Ibu Megawati Soekarnoputri mengambil langkah yang mengejutkan, yakni membentuk Tim Pembela Demokrasi dan melakukan gugatan di lebih dari 267 kabupaten-kota," ungkap Hasto.
Sejumlah kader banteng lantas memprotes langkah hukum tersebut. Soalnya, mereka meyakini, saat itu seluruh kekuasaan hukum dan kehakiman tunduk pada pemerintahan otoriter yang antidemokrasi.
Namun, Hasto bilang, Mega yakin, setidaknya satu di antara hakim-hakim, yang masih punya hati nurani, akan menerima gugatan tersebut. Keyakinan Mega terbukti. Seorang hakim di Riau, Tobing, memenangkan gugatan PDI.
"Cara itu pula yang akan ditempuh PDIP dalam menyikapi pembakaran bendera partainya," tegasnya.
Hasto menambahkan, seluruh kader partai akan terus disiplin dengan mengedepankan semangat persaudaraan serta rekonsiliasi. Bagi PDIP, katanya, politik itu menebar kebaikan, dan membangun optimisme.
"Sebagaimana ketika Ibu Megawati menyerukan 'Stop Hujat Pak Harto', meski rakyat tahu, bagaimana keluarga Bung Karno selalu dipinggirkan, namun rakyat selalu menempatkan sosok Bung Karno sebagai sosok pembebas, Proklamator dan Bapak Bangsa Indonesia," tutur Hasto.
Sementara itu, kemarin DPD PDIP Jakarta secara resmi melaporkan aksi pembakaran bendera ke Polda Metro Jaya. Yang dilaporkan, sekelompok massa yang melakukan demonstrasi dan membakar bendera PDIP.
Ada tiga pasal yang dilaporkan, yakni pasal 160, 170,156 KUHP. "Pasal itu terkait tindak pidana kekerasan, perusakan terhadap barang berupa pembakaran bendera PDIP untuk menyatakan pernyataan permusuhan kebencian," ujar pengacara DPD PDIP Ronny Talampesy.
Dalam laporan bernomor LP/3.656/6/VI/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ itu, DPD PDIP melaporkan membawa bukti berupa video aksi pembakaran bendera. "Kami sebagai partai resmi yang diakui oleh UU keberatan dengan pembakaran bendera PDI Perjuangan dan kemudian menganggap kami adalah PKI," tegasnya.
Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta Gembong Warsono yang juga hadir di Polda Metro Jaya menyatakan, pelaporan ini merupakan tindak lanjut dari perintah Mega. Dalam surat yang beredar Kamis (25/6) kemarin, Mega menginstruksikan kepada seluruh kader PDIP se-Indonesia untuk taat pada proses hukum.
"Maka yang ditempuh oleh PDIP Provinsi DKI Jakarta adalah melaporkan kepada Polda Metro Jaya," tutur Gembong.
Selain DPP, para kader DPC PDIP juga telah membuat laporan ke Polres-Polres terkait kasus pembakaran bendera partai tersebut. "Hari ini lima DPC sudah melakukan pelaporan ke masing-masing Polres, ada enam termasuk Kepulauan Seribu. Maka DPD hari ini melaporkan ke Polda Metro Jaya," beber Gembong.
Di tempat terpisah, pengamat militer dan intelijen Susaningtyas NH Kertopati punya pandangan soal kasus tersebut. Kata dia, aksi pembakaran bendera partai, seperti yang dilakukan sekelompok orang terhadap bendera PDIP bisa menjadi embrio perpecahan bangsa.
Tindakan seperti itu harus dihentikan dan diproses hukum secara tuntas. Baik pelaku di lapangan maupun dalang di balik aksi tersebut. "Bukan membela PDIP semata, tetapi untuk hal yang lebih besar, yaitu keutuhan NKRI, negara kita tercinta," tegas Nuning, sapaan akrabnya, semalam.
Nuning menyatakan, hatinya ikut terluka melihat bendera PDIP dibakar dan diinjak-injak oleh pihak yang memiliki tujuan politik tertentu. Dia dulu adalah kader PDIP. Nuning sempat menjadi anggota DPR RI PDIP pada 1999-2004 dan jadi Sekretaris Fraksi PDIP pertama.
"Saya bersama Ibu Megawati Soekarnoputri dan kader PDIP senior lain sejak 1996 berjuang bersama membangun sebuah partai politik yang bernama PDI Perjuangan dengan peluh air mata serta penuh risiko hidup dan mati," beber Nuning.
Dia mengaku pernah menggigil ketakutan saat dikarantina bersama Mega di Asrama Haji Sukolilo Surabaya. Setiap geraknya, diawasi Pemerintah Orde Baru. "Suasana mencekam saat itu tidak bisa kulupakan,' imbuhnya.
Meski kini sudah bukan lagi anggota PDIP, tetapi dirinya tetap merasa sedih dan marah melihat aksi pembakaran bendera partai itu. Kejadian itu tidak bisa dibenarkan, apa pun alasannya. Ada unsur pelanggaran hukum dalam aksi tersebut.
Nuning mengingatkan, semarah dan sebenci apapun pada situasi politik, hendaknya tidak membuat masyarakat menghina simbol yang paling hakiki milik pihak manapun. Contohnya, bendera partai. "Jika tidak setuju gunakanlah jalur hukum, cara yang lebih mencerminkan kita sebagai bangsa besar yang berbudaya berakhlak baik dan santun," wanti-wantinya.
Dia mengingatkan, Pancasila menuntun masyarakat untuk bermusyawarah dan mufakat. "Ini penting agar bangsa ini tidak punah karena perang saudara akibat Adu Domba," tegas Nuning.
Terpisah, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 (PA 212) Slamet Ma'arif mengatakan, tengah menelusuri orang yang melakukan pembakaran bendera PDIP. Dia juga menghargai pelaporan PDIP ke polisi. "Siapapun silakan mengambil jalur hukum jika ada pihak-pihak yang diduga melanggar hukum," ujarnya, kemarin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil