Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) batal membentuk holding BUMN Perbankan. Sebagai gantinya, pemerintah berencana menggabungkan (merger) bank-bank syariah milik pelat merah, yang ditargetkan rampung Februari 2021.
Rencana ini masih ditanggapi beragam oleh beberapa pihak. Sebagian menganggap positif bagi perbankan syariah, terutama dalam mengejar market share. Namun, ada juga yang menilai, ini menjadi langkah yang belum tepat lantaran bisnis halal di Tanah Air belum digarap secara serius dan masif.
Menurut Pengamat Keuangan Syariah Adiwarman Karim, sekarang yang paling memungkinkan bagi bank BUMN syariah adalah melakukan holding, bukan merger. Karena merger, dikhawatirkan bakal menimbulkan masalah baru yang merugikan (mudharat), lantaran bank butuh waktu untuk adaptasi dan penyesuaian bisnis.
Baca Juga: Cara Mudah Aktivasi PIN Hasanah Card BNI Syariah
Ini membuat stagnansi pada bisnis bank syariah. "Sebenarnya holding itu enggak ada stagnan, bank syariah masing-masing tetap tumbuh dan jalan bersama. Kan sudah ada contoh holding BUMN lain, misalnya tambang dan perkebunan yang sudah berjalan," ucapnya.
Dengan holding, pemenuhan modal bagi bank syariah juga akan lebih cepat dengan upaya penyertaan modal dari pemerintah.
"Nah nanti holding di bawahnya bisa tambah modal lagi dengan right issue. Dengan begitu, aset perbankan syariah jadi semakin besar, bahkan bisa capai ratusan triliun lebih. Market share bisa terdongkrak," jelas Adiwarman.
Kemudian dari kelima bank syariah milik BUMN, Mandiri Syariah, BRI Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah, dan Unit Usaha Syariah BTN tinggal dipilih siapa yang akan menjadi induk holdingnya.
"Kalau dilihat dari modal ya sudah kelihatan Mandiri Syariah yang sangat memungkinkan menjadi induk holding, dengan aset hingga Rp114,75 triliun per kuartal I-2020. Namun masalahnya, kalau merger, ya butuh waktu," katanya.
Menanggapi ini, Corporate Secretary PT Mandiri Syariah Ahmad Reza masih melihat perkembangan yang ada. Sebab, hal itu baru saja disampaikan pemerintah, yang diyakininya akan ada berbagai kajian guna memastikan semua berjalan dengan baik.
"Saat ini kami masih menunggu arahan lebih lanjut. Tapi pada intinya, kami menyambut positif rencana Menteri BUMN. Dan Mandiri Syariah akan senantiasa mengikuti keputusan pemegang saham dalam hal ini Bank Mandiri. Tentunya ini baik dalam meningkatkan kinerja bank syariah ke depannya," kata Reza saat dihubungi.
Diakuinya, segala proses yang meliputi konsolidasi, pembenahan dan penguatan BUMN bukan hal yang baru dan menjadi prioritas dari Kementerian BUMN.
Untuk itu, sebagai anak usaha salah satu BUMN, pihaknya percaya upaya tersebut guna memperkuat BUMN demi kemajuan dan kemashlahatan umat.
"Perbankan syariah ini kan lebih kepada financial justice dan stability in investment, jadi kadar reseliensinya cukup tinggi terhadap volatilitas ekonomi. Perbankan syariah pun banyak memberikan pembiayaan ke sektor riil, menghindari spekulatif dan mengedepankan prinsip bagi hasil," jelasnya.
Reza juga memastikan, rencana merger yang bakal dilakukan pada Februari 2021 masih memiliki banyak waktu dan kesempatan. Pihaknya tetap akan fokus menjalankan segala program perusahaan secara baik. "Pokoknya yang terbaik untuk nasabah dan umat," cetusnya.
Untuk diketahui, Mandiri Syarah per kuartal I-2020 mencatat total aset Rp114 triliun dengan total ekuitas Rp9,61 triliun. Sementara layanan digitalnya per Juni 2020 naik 29,15 persen yoy atau sebanyak 55 juta transaksi.
Senada, Corporate Secretary BRI Syariah Mulyatno Rachmanto mengatakan, upaya merger dinilai baik bagi anak usaha dalam memperkuat bank BUMN. "Sebagai anak usaha, kami dukung kebijakan pemerintah. Kami pun fokus untuk terus bekerja, terutama memperkuat BRI Syariah sebagai bank ritel," katanya.
Sementara BNI Syariah maupun UUS BTN serta masing-masing induk anak usaha syariah tersebut, belum mau menanggapi banyak terkait masalah merger ini.
Sebelumnya Menteri BUMN Erick Thohir mewacanakan ingin menggabungkan bank syariah yang dimiliki bank BUMN, seperti BRI Syariah, BNI Syariah, BTN Syariah, dan Mandiri Syariah. Alasannya karena mayoritas masyarakat Indonesia merupakan penduduk Muslim. Sehingga, keberadaan bank syariah memberikan opsi pilihan bagi masyarakat atau dunia usaha.
Baca Juga: Wapres Wanti-wanti Industri Asuransi Syariah Cegah Gagal Bayar
"Kenapa saya menginginkan merger syariah? Supaya ada alternatif, jangan sampai Indonesia yang penduduk Muslim terbesar tidak punya fasilitas itu," ucap Erick dalam acara diskusi yang digelar Kingdom Business Community.
Dengan begitu, segmentasi yang ada di Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tidak kanibal dan semakin memperluas market-nya. Apalagi ke depannya, funding akan lebih terbuka. Untuk itu, pihaknya tengah mematangkan proses kajiannya.
"Kita sedang kaji. Insyaallah, Februari tahun depan jadi satu bank syariah," akunya.
Ia juga mengaku ingin masing-masing bank tetap ada, namun fokus pada segmen pasar yang berbeda agar tidak saling sikut. "Soal bank, kan sebelumnya ada pemikiran holdingisasi. Tapi saya berpikir berbeda, saya harap bank-bank bersaing dengan sehat, tapi dengan segmen pasar jelas," ujarnya.
Ia mencontohkan, BTN tetap di segmen khusus yakni perumahan. Nantinya, dalam praktiknya di lapangan, BTN bekerja sama dengan BUMN lainnya terkait pemanfaatan lahan. Begitu juga dengan BRI agar tetap fokus di segmen pembiayaan UMKM dan ritel, serta Bank Mandiri dengan segmen pasarnya lebih ke arah korporasi.
Sementara BNI diarahkan untuk menjadi bank sumber pembiayaan internasional. Hanya saja dia mengaku, belum menyampaikan ide tersebut kepada direksi BNI.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: