Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Brand Country dengan Gula Merah Sawit?

Brand Country dengan Gula Merah Sawit? Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Muara Sabak Barat, Tajungjabung Timur, Jambi, Jumat (10/7/2020).Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat permintaan produk sawit dunia mulai bergerak naik yang ditandai naiknya harga Crude Palm Oil (CPO) pada Juli 2020 menjadi 662 dolar AS per metrik ton dibandingkan bulan sebelumnya yakni 569 dolar AS. | Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gula merah merupakan gula yang terbuat dari getah atau cairan tanaman tertentu, seperti tebu, aren, maupun kurma yang mengandung rasa manis. Umumnya, gula merah ditemukan di negara-negara Asia, seperti Indonesia, Myanmar, Malaysia, Sri Lanka, Pakistan, hingga Bangladesh.

Selama ini, gula merah diyakini memiliki manfaat yang jauh lebih baik dibandingkan gula putih dikarenakan memiliki angka indeks Glikemik yang relatif rendah sekitar 35. Indeks Glikemik merupakan angka yang menggambarkan dampak makanan tertentu terhadap peningkatan kadar gula darah seseorang.

United States Department of Agriculture (USDA) memperkirakan kebutuhan gula Indonesia pada tahun ini mencapai 6,8 juta ton. Sementara itu, jumlah produksi gula tahunan nasional belum mampu mencukupi kebutuhan gula konsumsi dan gula industri yang masing-masing kisarannya sebesar 3 juta ton per tahun.

Baca Juga: 6 Bulan Merana, Harga CPO Kembali Memesona

Melansir catatan Ketua Umum PERHEPI 2000–2003, Agus Pakpahan dan Dirjen Perkebunan 1998–2003, saat ini diperlukan pola berpikir baru yang out of the box untuk mencukupi kebutuhan gula domestik.

Tidak lagi berpikir tentang mencari lahan sekian juta hektare untuk dikonversi menjadi perkebunan tebu misalnya, tetapi cukup dengan mencari alternatif lain seperti sumber daya biologis yang selama ini dilupakan dan disia-siakan.

Tak hanya tanaman di atas yang dapat menghasilkan gula, tetapi kelapa sawit pun mumpuni untuk menghasilkan produk yang setara. Perbedaannya, terletak pada proses teknik penyadapan nira sawit yang bersumber dari pohon sawit tua yang akan diremajakan.

Jika mengacu pada target program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang saat ini tengah dijalankan pemerintah Indonesia seluas 2,49 juta hektare, percayakah kita pohon sawit yang sudah tua tersebut mampu menghasilkan hingga 10 juta ton gula merah?

Andaikan luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 16 juta hektare. Apabila perkebunan kelapa sawit tersebut siklusnya 25 tahun, untuk mencapai komposisi usia kebun sawit berada pada posisi normal (sebaran luas kebun sawit menurut usianya berada secara merata), diperlukan luas peremajaan kebun sawit sebanyak 4 persen per tahun atau terdapat potensi peremajaan seluas 640 ribu hektare per tahun.

Let's counting. Dalam catatan Ketua Umum PERHEPI 2000–2003, Agus Pakpahan dan Dirjen Perkebunan 1998–2003 dijelaskan, menurut pengalaman para pengolah pohon sawit tua yang akan diganti dengan tanaman kelapa sawit baru, jumlah nira yang dihasilkan dalam satu hari bisa mencapai antara 20 sampai dengan 30 liter.

Dari nira tersebut bisa didapat gula merah sekitar 4 sampai dengan 5 kg per pohon dalam sehari. Lama periode pemanfaatan pohon kelapa sawit tua tersebut adalah sekitar 30 hari.

Dengan mengasumsikan jumlah sisa pohon kelapa sawit tua yang akan diremajakan 100 pohon per hektare, maka dapat diperkirakan jumlah gula merah yang akan dihasilkan adalah 100 pohon per hektare x (4-5) kg per hari x 30 hari = 12.000 kg - 15.000 kg atau 12 sampai dengan 15 ton gula per hektare atau dalam nilai uang mencapai sekitar Rp150 juta-Rp187,5 juta.

Jadi, dari luas areal peremajaan normal 640 ribu hektare per tahun dapat dihasilkan 7,68 juta sampai dengan 9,60 juta ton gula.

Tidak hanya itu, dalam catatan tersebut juga disebutkan, "sekarang, apabila kita memanfaatkan kondisi kebutuhan peremajaan perkebunan kelapa sawit petani yang mencapai luasan hampir 3 juta hektare, maka potensi gula sawit merah yang akan dihasilkan mencapai 36 juta sampai dengan 45 juta ton."

"Andaikan kebutuhan gula nasional 7 juta ton per tahun dan sudah dipenuhi 2 juta ton dari hasil pemanfaatan perkebunan tebu nasional, maka kekurangannya tinggal 5 juta ton gula saja. Kekurangan gula ini bisa dihasilkan dengan memanfaatkan peremajaan kelapa sawit seluas 417 ribu hektare saja atau hanya seluas kurang-lebih 14 persen saja dari luas perkebunan kelapa sawit milik petani."

 

Dari sinilah, potensi kebangkitan gula Indonesia nyata terlihat untuk memenuhi kebutuhan domestik dan membuka peluang ekspor. Dari aspek lingkungan, kesempatan konservasi hutan-hutan tropika yang jasanya besar untuk menyelamatkan lingkungan dan dunia dari global warming akan terbuka lebar.

Satu lagi, dengan memaksimalkan potensi di atas, gula merah dari kelapa sawit tersebut dapat menjadi brand country untuk Indonesia di pasar global.  

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: