Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dahlan Iskan Serukan Buat Superholding BUMN Sekarang: Mumpung DPR Tutup Mata

Dahlan Iskan Serukan Buat Superholding BUMN Sekarang: Mumpung DPR Tutup Mata Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Menteri BUMN era Presiden SBY, Dahlan Iskan, mengungkapkan, ada puluhan perusahaan pelat merah milik negara yang sudah mati, tetapi belum kunjung dihentikan secara resmi operasionalnya.

Dahlan mengatakan, ada sekitar 30 BUMN yang sudah mati, tapi 'belum dikubur'. Alasan belum 'dikubur'nya BUMN ini karena adanya hambatan hukum hingga politik.

Baca Juga: Dahlan Iskan Sebut 30 BUMN Sudah Mati: Tapi... Nggak Bisa Dikubur

"Bayangan saya, minimal ada 30 BUMN yang sebetulnya sudah meninggal dunia, tapi mayatnya belum dikubur seperti Merpati, PFN (Produksi Film Negara). Ada kira-kira 30. Tinggal mengubur saja karena sudah mati dan nggak ada napas, tapi nggak bisa karena ada hambatan hukum, politik," ujar Dahlan dalam webinar Superholding BUMN: Mungkin dan Perlukah, Senin (28/9/2020).

Dahlan menuturkan, saat dirinya menjabat sebagai Menteri BUMN, ia memiliki gagasan untuk membangun BUMN PPA (Perusahaan Pengelola Aset). Nantinya, 'mayat-mayat' BUMN tersebut dijadikan anak usaha PPA.

Dahlan menjelaskan, hambatan hukum dan politik dalam membubarkan BUMN dapat terselesaikan dengan menjadikan BUMN mati tersebut menjadi anak usaha PPA. Proses penghentian operasionalnya lebih mudah karena hanya melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saja.

"Namun, ini belum selesai-selesai. Misalnya ini PFN sudah mati, biarpun mau diubah jadi pendanaan film, itu akan merepotkan, jadi sudahlah kuburkan saja dengan baik, disholawati, supaya tidak merepotkan semua yang hidup," ujar Dahlan.

Jika pemerintah memiliki uang, lebih baik uang tersebut digunakan untuk membuat perusahaan baru saja ketimbang menyelamatkan BUMN yang sudah mati.

Dahlan menilai, wacana pembubaran Kementerian BUMN menjadi superholding, seperti Temasek milik Singapura, tidak serta merta bisa langsung menuju tahap itu. Bahkan, Malaysia saja belum begitu sukses dengan superholdingnya, Khazanah.

Kemudian, proses pembentukannya juga tidak bisa hanya melibatkan satu pihak, tetapi seluruh pemangku kepentingan termasuk rakyat lewat DPR.

"Karena itu kalau niat membuat superholding ini dianggap penting, saya kira sekarang saja mumpung DPR diminta apa saja mau. Karena DPR ini semacam sudahlah, tutup mata yang penting pemerintah jalan sehingga kalau mau bentuk superholding BUMN sekarang, belum tentu DPR yang akan datang sikapnya seperti ini," ucap Dahlan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: