Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Trump Umumkan Sudan Setujui Normalisasi Hubungan dengan Israel

Trump Umumkan Sudan Setujui Normalisasi Hubungan dengan Israel Kredit Foto: Reuters/Umit Bektas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sudan akan menjadi negara terbaru yang menormalisasi hubungannya dengan Israel, langkah yang sebelumnya telah dilakukan beberapa negara Arab. Kesepakatan Sudan datang beberapa minggu setelah langkah serupa oleh Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.

Langkah Sudan itu diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Jumat (23/10/2020). Pada saat yang sama, Trump akan menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme AS dan mencabut blokade bantuan ekonomi dan investasi untuk negara itu.

Baca Juga: Tekanan AS Soal Normalisasi dengan Israel Terus Diterima Sudan

Mengumumkan normalisasi tersebut, Trump mengatakan "setidaknya lima lagi" negara Arab menginginkan kesepakatan damai dengan Israel.

Sebelumnya, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain telah menandatangani kesepakatan normalisasi hubungan dengan Negara Zionis. Kedua negara Teluk itu menjadi yang pertama di Timur Tengah yang mengakui Israel dalam 26 tahun.

Dalam pernyataan tiga arah, AS, Sudan, dan Israel mengatakan bahwa delegasi mereka akan bertemu “dalam beberapa pekan mendatang”.

"Para pemimpin setuju untuk normalisasi hubungan antara Sudan dan Israel dan untuk mengakhiri keadaan perang antara negara mereka," demikian diumumkan dalam pernyataan tersebut sebagaimana dilansir BBC.

Hingga bulan lalu hanya dua negara Arab - Mesir dan Yordania - yang secara resmi mengakui Israel. Kedua negara, yang berbatasan dengan Israel. Masing-masing menandatangani perjanjian perdamaian pada 1979 dan 1994, menyusul mediasi AS.

Mauritania, seorang anggota Liga Arab Afrika, mengakui Israel pada 2009 tetapi memutuskan hubungan 10 tahun kemudian.

Semakin banyak negara Arab yang meresmikan hubungan dengan Israel telah dikecam oleh orang-orang Palestina, yang melihatnya sebagai pengkhianatan terhadap perjuangan mereka.

Secara historis, negara-negara Arab mengondisikan pembicaraan damai dengan Israel tentang penarikannya dari wilayah yang diduduki dalam perang 1967 dan pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas mengatakan bahwa dia menolak perjanjian baru tersebut, dengan mengatakan tidak ada yang memiliki hak untuk berbicara atas nama Palestina. Sementara Hamas, yang menguasai Gaza, mengatakan langkah itu adalah "dosa politik".

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajria Anindya Utami

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: