Kecanggihan teknologi mampu membuat perubahan akan banyak hal, salah satunya adalah penemuan bibit vaksin yang bisa lebih cepat dibanding dengan zaman dahulu.
Ahli Virologi Universitas Udayana Bali, Prof Ngurah Mahardika mengatakan, zaman dulu, harus ditemukan agen murni sebuah vaksin, setelah itu diperbanyak, baru dipersiapkan. Berbeda dengan sekarang, adanya teknologi memungkinkan hal tersebut dilakukan lebih cepat.
"Zaman dulu perlu waktu menemukan bibit. Zaman now bibit bisa ditemukan 1-2 bulan saja. Jadi itu tahap pertama," kata Ngurah secara virtual dalam Dialog Produktif Tata Cara Menemukan Vaksin di Jakarta, Senin, (2/11/2020).
Baca Juga: Karena Alasan Ini, China Mau Indonesia Jadi Pusat Produksi Vaksin Corona
Vaksin sudah digunakan sejak lama untuk mencegah suatu penyakit. Ngurah mencontohkan, vaksin rabies yang diberikan kepada hewan dan manusia. Berikutnya ada juga vaksin influenza, salah satu yang terkenal adalah flu burung H5N1.
"Kalau flu burung yang divaksin hewannya. Kalau influenza lain, ada pada manusia ada pada unggas. Ini dua contoh klasik, bagaimana vaksin mengatasi wabah, baik pada manusia dan hewan," katanya.
Ngurah mengatakan, ada beberapa tahapan vaksin, bergantung dari ragam vaksin itu sendiri. Pertama berbasis virus murni, dimatikan virusnya sehingga tak berbahaya. Kedua, berbasis gen bisa melalui DNA.
"Ada juga vector adenovirus, jadi yang disuntik dalam tubuh kita tak berbentuk virus tapi vaksin, pemberian bisa lebih mudah, bisa lewat oral. Yang lain adalah subunit, berbasis protein," kata Ngurah.
Masing-masing dari ragam vaksin tersebut, menurutnya, memiliki kelebihan dan kekurangan. Untuk vaksin inactive, seperti Sinovac. Hal ini adalah salah satu jenis vaksin yang paling lazim dipakai manusia dengan regulasi yang lebih ringkas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: