Kasus bentrok yang berujung penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) membuat mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As'ad Said Ali angkat suara.
Malang-melintang sebagai praktisi intelijen sejak era Presiden Gus Dur, Megawati hingga Susilo Bambang Yudhoyono, As'ad mengalisa soal latar belakang insiden penembakan terhadap enam anggota laskar FPI karena polisi sedang menguntit Habib Rizieq Shihab.
Dalam keterangannya, polisi sebelumnya melakukan penguntitan karena mendapat informasi akan ada pengerahan massa saat Habib Rizieq diperiksa di Polda Metro Jaya, Senin. Aksi mematai-matai Habib Rizieq sempat dihalangi oleh para pengawalnya hingga berujung tembakan yang menewaskan 6 laskar FPI.
"Terjadinya aksi kekerasan antara beberapa anggota Polri dengan FPI di Karawang, mengusik saya untuk berbagi ilmu tentang "penguntitan". Istilah yang lazim dalam dunia intelijen adalah “penjejakan fisik” atau “physical surveillance“. Tujuannya adalah untuk mengetahui keberadaan lawan," tulisnya dalam akun Facebooknya, As'ad Said Ali.
Menurut As'ad, penjejakan bisa dibatalkan jika orang yang diikuti mencurigainya. Saat itu bisa dilakukan berpura-pura berkilah dengan alasan kesalahpahamanan.
"Kalau dengan mobil, minimal yang digunakan dua kali lipat dari jumlah mobil yang diikuti. Kalau lawan curiga, penjejak bisa membatalkan misinya atau menekan lawan untuk menghentikan mobil , tetapi tetap berpura pura tidak menjejaki yang bersangkutan, misalnya mengatakan ada kesalahpahamanan," ungkapnya.
Dalam aksi penguntitan atau penjejakan itu, kata As'ad, tidak ada aksi kekerasan. Jika hal itu sampai terjadi apalagi sampai membunuh, maka motifnya bisa jadi bukan sekadar menguntit lawan. "Kalau sampai terjadi aksi kekerasan apalagi pembunuhan, maka misinya bukan surveillance, tetapi ada misi lain atau kecerobohan petugas. Walllahu a’lam," cetusnya.
Mantan Wakil Ketua Umum PBNU itu menegaskan negara telah membentuk tim pencari fakta dan diharapkan bisa menjelaskan apa yang terjadi demi kebenaran."Semoga team bisa menjelaskan apa yang terjadi demi “kebenaran”. Rakyat enggak usah ikut ikutan, jaga diri dari ancaman COVID-19," ucapnya.
Seperti diketahui, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) membentuk tim pemantauan dan penyelidikan kasus penembakan anggota Front Pembela Islam (FPI). Saat ini, tim itu sedang mendalami informasi untuk memperdalam berbagai informasi yang beredar di publik.
"Tim juga sedang mendalami informasi dan mengumpulkan fakta-fakta dari pihak langsung. Termasuk, menggali keterangan dari FPI secara langsung yang saat ini sedang berlangsung," tulis Komnas HAM melalui keterangan persnya yang dipublikasi lewat akun Twitter mereka, @KomnasHAM, dikutip VIVA, Selasa 8 Desember 2020.
Komnas HAM melanjutkan, untuk memperkuat pengungkapan peristiwa yang terjadi, mereka berharap semua pihak mau bekerja sama dan terbuka untuk memberikan keterangan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat