Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengeluarkan sikap resmi mereka terkait peristiwa kudeta yang terjadi belakangan ini. Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
Namun kudeta ini bukan menanggapi situasi politik di dalam negeri. Seperti diketahui isu kudeta juga menghinggapi salah satu partai politik di Tanah Air dengan istilah kudeta, pengambilalihan hingga Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat.
Baca Juga: Kader PDIP Foto-foto di Jalan Sudirman, Netizen Ramai-ramai Puji Anies Baswedan
Hasto dalam keterangannya tertulisnya yang diterima di Jakarta, PDIP amat menyayangkan buntut kudeta militer di Myanmar yang telah membawa korban jiwa di kalangan rakyat.
"Sampai hari ini setidaknya 54 orang korban jiwa dan 1.700 orang ditangkap. Rakyat Myanmar merindukan demokrasi konstitusional yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi bagi pemerintahan negara. Atas dasar hal tersebut, setop kekerasan dan kedepankan supremasi sipil di mana pemegang kekuasaan negara seharusnya lahir melalui proses pemilu yang demokratis, jujur dan adil," kata Hasto, Jumat 5 Maret 2021.
Kata Hasto, jalan demokrasi dipilih karena salah satunya jalan dalam menyelesaikan konflik dengan dialog dan musyawarah. PDIP kata dia berharap agar krisis demokrasi di Myanmar segera diakhiri. Dan tetap menghormati pemerintahan sebelumnya yang sudah terbentuk melalui Pemilu.
"Dalam politik, kebenaran politik harus menjadi dasar berdasarkan rules of the game yang harus dihormati bersama. PDI Perjuangan sendiri memiliki pengalaman bagaimana Pemilu 2004 dan 2009 diwarnai oleh berbagai kecurangan. Puncaknya pada tahun 2009 kecurangan sangat masif, dari manipulasi DPT. Penggunaan oknum penyelenggara pemilu, penggunaan Bansos dengan jumlah yang sangat fantastis dan lain-lain. Sehingga ada suatu partai yang perolehan suaranya bisa naik 300 persen di tengah kontestasi yang sangat ketat. Akhirnya kebenaran dalam politik ditegakkan, karena jalan demokrasi, jalan keyakinan bersama rakyat, sehingga PDI Perjuangan dapat memenangkan Pemilu dua kali berturut-turut," tutur dia.
Menurut Hasto, Myanmar pada tahun 1955 telah menjadi mitra penting Indonesia di dalam mengadakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karenanya, ketika negara itu memilih demokrasi dan Pemilu sebagai jalan untuk mencari pemimpin, hal itu juga sebagai catatan sejarah.
"Pemerintah, terlebih PDI Perjuangan tidak akan campur tangan urusan dalam negeri negara lain sebagaimana menjadi spirit Dasa Sila Bandung. Namun sebagai komitmen bersama bagi terciptanya stabilitas di kawasan dan komitmen terhadap demokrasi dan HAM, serta mengingat rakyat telah menjadi korban maka PDI Perjuangan merekomendasikan kepada pemerintah untuk mengambil prakarsa. Lebih dengan memimpin berbagai upaya diplomasi melalui ASEAN guna menekan rezim militer di Myanwar agar tidak lagi melakukan tindak kekerasan, dan menghormati hasil Pemilu. Berbagai persoalan terkait kecurangan pemilu sebagaimana dituduhkan harus diselesaikan melalui jalan hukum dan dialog," sambung Hasto.
Adapun, Kementerian Luar Negeri Indonesia meminta warga negara Indonesia (WNI) yang tidak memiliki keperluan penting untuk meninggalkan Myanmar. Seruan ini datang setelah meningkatnya kekerasan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan yang telah menewaskan puluhan orang.
Direktur Perlindungan Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri Indonesia, Judha Nugraha menuturkan, memperhatikan perkembangan situasi terakhir dan sesuai rencana kontijensi, saat ini Kedutaan Besar Indonesia (KBRI) Yangon menetapkan status Siaga II.
Baca Juga: Semua Demi Myanmar, ASEAN Gaungkan Solusi Ini ke Hadapan Junta
Dalam hal ini, jelasnya, KBRI telah sampaikan imbauan agar WNI tetap tenang dan berdiam diri di kediaman masing-masing, menghindari bepergian, termasuk ke tempat kerja jika tidak ada keperluan sangat mendesak.
"Sedangkan bagi WNI beserta keluarganya yang tidak memiliki keperluan yang esensial, dapat mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia dengan memanfaatkan penerbangan komersial yang saat ini masih tersedia," ujarnya.
Baca Juga: The Fed Kaget Junta Myanmar Kerja Keras untuk Kuras Dana USD1 Miliar di Bank
"Kementerian Luar Negeri dan KBRI Yangon terus memantau perkembangan situasi di Myanmar. Saat ini dipandang belum mendesak untuk melakukan evakuasi WNI," sambungnya, dalam sebuah pernyataan, pada Jumat (5/3/2021).
Sebelumnya, Singapura juga telah mengeluarkan seruan yang sama kepada warganya yang berada di Myanmar.
"Warga Singapura saat ini di Myanmar harus mempertimbangkan untuk pergi sesegera mungkin dengan cara komersial sementara masih memungkinkan untuk melakukannya," kata Kementerian Luar Negeri Singapura.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq