Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi Ogah Bertakhta 3 Periode? Tapi Spekulasi Amendemen UUD 1945 Berkembang Liar

Jokowi Ogah Bertakhta 3 Periode? Tapi Spekulasi Amendemen UUD 1945 Berkembang Liar Kredit Foto: Instagram Joko Widodo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bermula dari manuver Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko terhadap Partai Demokrat, isu perpanjangan periode jabatan presiden kembali mengemuka. Gerakan Moeldoko yang dianggap tak mungkin terjadi tanpa restu istana adalah bagian strategi politik untuk mencapai tujuan: tiga periode masa jabatan presiden.

Meskipun Presiden Jokowi pernah menyatakan tidak ingin menjabat untuk ketiga kalinya, tetapi spekulasi soal amendemen UUD 1945 berkembang liar. Hal ini menimbulkan kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk Refly Harun.

Memang, Refly mengaku tetap tidak yakin ada skenario serius untuk membuat Jokowi menjadi presiden lagi setelah 2024. Pun, dia meragukan ada upaya serius untuk mengubah Pasal 7 konstitusi UU 1945 bisa diubah sehingga masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

Baca Juga: Moeldoko Diprediksi Bakal Mundur dari KSP, 4 Jenderal Calon Penggantinya Mencuat

Meskipun demikian, Refly masih menyisakan ruang terhadap kekhawatiran masyarakat, sebagaimana yang, sebut saja, diwakili suara Amien Rais. ”Sampai sekarang saya susah diyakinkan. Tetapi kita harus pahami kekhawatiran Amien Rais. Mengapa begitu?” katanya melalui video di akun Youtube, Sabtu (13/3/2021) malam.

Guru besar hukum tata negara menjelaskan, Amien Rais melihat situasi saat ini dalam kacamata politik. Dan, Refly mengakui bahwa politik kekuasaan itu berkaitan dengan kesempatan. Hari ini seseorang mungkin tidak berpikir untuk menjadi presiden selama tiga periode, sama seperti Jokowi yang pernah menyatakan tak pernah berpikir menjadi gubernur DKI Jakarta bahkan presiden.

”Pak Jokowi barangkali tidak terpikir menjadi gubernur sebelum akhirnya ditarik Prabowo dan dipasangkan dengan Basuki Tjahaja Purnama. Tidak pernah juga terpikir menjadi presiden saat masih kuliah,” tutur Refly.

Namun, fakta politik menunjukkan sebaliknya. Jokowi adalah mantan gubernur di ibu kota dan presiden untuk dua periode. Ini terjadi karena ada kesempatan yang datang menghampiri Jokowi.

”Ketika kesempatan itu datang, sangat manusiawi kalau pikiran pun berubah. Dalam perubahan pikiran inilah maka kemungkinan masuk anasir-anasir dari luar yang meyakinkan bahwa tiga periode adalah keharusan. Tidak cukup membangun Indonesia dua periode seperti diucapkan Arief Poyuono,” ujar Refly.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: