Kemenkumham Sahkan Moeldoko Cs, Kubu AHY Mencak-mencak: Sama Saja Legalkan Brutalitas
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhli Harahab mengatakan karma itu selalu berlaku, terlebih dalam politik.
"Akumulasi kekecewaan kader Partai Demokrat (PD) yang kemudian melahirkan KLB adalah bentuk karma yang secara langsung dirasakan keluarga Cikeas. Kalau dulu banyak kader yang merasa disingkirkan SBY, dikhianati atau bahkan dijebloskan, tentu menganggap konflik di tubuh PD adalah karma," ujar Fadhli Harahab.
Baca Juga: Elektabilitas Demokrat Melesat, PDIP Anjlok, Gak Disangka-sangka Partai Ummat Berkibar
Fadhli menambahkan, bisa disebut juga hukum sebab akibat sedang berlaku di Partai Demokrat. Meskipun, kata dia, sebab tidak mesti melahirkan akibat yang bersifat pasti dan tunggal.
"Pengesahan KLB adalah karma yang dipelopori oleh kader-kader yang kecewa. Pengesahannya KLB adalah rangkaian dari kekecewaan itu, bisa saja setelah ini berlanjut ke ranah pengadilan atau bahkan muncul peristiwa lainnya, itu rangkaiannya," pungkasnya.
Sebelumnya, Puisi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berjudul Kebenaran dan Keadilan Datangnya Sering Terlambat, Tapi Pasti mendapat tandingannya.
Puisi tandingan yang dibuat oleh Divisi Komunikasi Publik Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Bobby Triadi, itu berjudul Renungan Karma Buat SBY. Puisi Bobby itu diunggah di kanal YouTube KOMATKAMIT dan di komat-kamit.id.
"Ku yakin, inilah karma. Karma yang datang tak harus segera. Karma yang datang dengan kepastian. Satu yang harus kau lakukan untuk menyingkirkan karma, meminta maaf dan dimaafkan. datangi mereka-mereka yang kau sakiti dengan brutal," demikian potongan puisi Bobby Triadi tersebut.
Baca Juga: Jika Demokrat Kubu Moeldoko Legal, Siap-Siap Hadapi Serangan Kubu SBY-AHY!
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti