Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Beda Haluan, Warganet Mencak-Mencak ke Gibran Rakabuming: Sekarepmu!

Beda Haluan, Warganet Mencak-Mencak ke Gibran Rakabuming: Sekarepmu! Kredit Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah pusat resmi melarang warga mudik jarak jauh maupun lokal. Namun, Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka tetap mengizinkan warganya untuk mudik lokal. Karena dianggap beda dengan kebijakan pusat, Gibran disemprit netizen.

Aturan Gibran yang membolehkan mudik lokal itu, tertuang dalam Surat Edaran Wali Kota Solo tentang Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro yang diteken Gibran, Senin (3/5) lalu. Surat tersebut pada intinya menerangkan larangan untuk mudik jarak jauh.

Meski ada larangan mudik, Gibran masih membolehkan mudik lokal di Solo Raya. Tak hanya itu, Gibran juga membolehkan pendatang yang hendak berkunjung ke Solo. Asalkan membawa dokumen agar lolos saat skrining.

Dokumen yang dimaksud seperti Surat Izin Keluar/Masuk (SIKM), dan surat hasil swab PCR atau antigen. Syarat lain, wisatawan hanya boleh tinggal di penginapan seperti hotel, losmen atau guest houseBaca Juga: Fix Banget! Ini Cara Buat Singkirkan Novel Baswedan, Ketua KPK Cuci Tangan!

“Jadi ra popo (tidak apa-apa) kalau mau datang ke Solo,” kata Sekretaris Daerah Kota Solo yang juga Ketua Satgas Penanganan Covid-19, Ahyani, di Balaikota, Kamis (6/5). Baca Juga: Kontra Pusat, Gibran: Solo Itu Kecil Banget Kok

Selama libur Lebaran 2021, sejumlah destinasi wisata di Kota Solo memang diperbolehkan tetap beroperasi, tapi dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, serta membatasi pengunjung hanya 50 persen dari kapasitas. Salah satu destinasi wisata yang buka adalah Taman Balekambang dan Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ).

Soal surat edaran itu, putra sulung Presiden Jokowi itu, mengamini. Kata dia, sampai saat ini, ia masih memperbolehkan warganya mudik lokal di Solo Raya. Meski begitu, dia akan terus melakukan evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya. “Sejauh ini masih kami perbolehkan (mudik lokal),” kata Gibran, kemarin.

Karena membolehkan mudik lokal, Pemkot Solo pun tidak melakukan penyekatan mudik seperti di daerah lain. Menurut Gibran, penyekatan justru menghambat mobilitas warga, mengingat wilayah Solo sangat kecil dan saling terhubung dengan Sukoharjo dan Karanganyar.

“Solo itu kecil banget, nanti penyekatannya seperti apa kalau mudik lokal tidak kami perbolehkan, apalagi untuk aktivitas harian Solo pasti melibatkan Solo Raya,” paparnya. Meski begitu, Gibran memastikan aktivitas masyarakat tetap dibatasi.

Soal wisatawan dari luar kota, Gibran sedikit berbeda sikap dengan aturan yang ditekennya. Kata dia, tempat wisata memang boleh buka, namun pengunjung yang diperbolehkan adalah warga wilayah Solo Raya. “Yang warga lokal saja, yang dari luar Solo enggak usah,” ujarnya.

Saat ditanya mengenai aturan tersebut, Gibran mengatakan, SIKM hanya boleh digunakan untuk tujuan mendesak. Seperti perjalanan dinas, kunjungan duka, menjenguk keluarga yang sakit, dan ibu hamil. “Kalau SIKM khusus yang tujuan urgent itu saja bukan untuk wisata. Untuk piknik ya, enggak kita bolehin,” katanya.

Gibran memastikan, aturan yang dia terbitkan masih mungkin berubah sesuai dengan keadaan. “Nanti kalau ada apa-apa ya kami revisi (aturannya),” katanya.

Keputusan Gibran itu tentunya berbeda dengan aturan yang ditetapkan pemerintah pusat. Awalnya, pemerintah memang membolehkan mudik lokal atau aglomerasi atau antar daerah penyangga. Ada 8 wilayah aglomerasi yang diperbolehkan mudik, antara lain, Jabodetabek, Bandung Raya, Semarang Raya, Solo Raya, Medan Raya dan Makassar Raya.

Namun, pada Selasa lalu, pemerintah akhirnya memutuskan melarang segala jenis mudik, baik mudik antar provinsi ataupun lokal. Larangan mudik berlaku selama 12 hari yaitu sejak 6 hingga 17 Mei 2021.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menegaskan, keputusan larangan mudik itu untuk menghilangkan keraguan di masyarakat. “Saya tegaskan, pemerintah melarang apapun bentuk mudik, baik lintas provinsi maupun satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi,” kata Wiku.

Aglomerasi merupakan kota atau kabupaten yang telah diperpanjang, terdiri dari pusat kota yang padat dan kabupaten yang terhubung oleh daerah perkotaan yang berkesinambungan. Ketentuan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 Hijriah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.

Sebagai tindak lanjut, Polri pun melakukan kegiatan penyekatan pemudik lewat Operasi Ketupat 2021. Total ada 381 pos penyekatan yang didirikan di wilayah Sumatera hingga Bali. Pemerintah pun memberikan sanksi putar balik bagi yang nekat mudik.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) juga menerbitkan aturan untuk para PNS agar tak mudik. PNS yang tetap mudik akan diberikan sanksi disiplin.

Keputusan Gibran yang masih membolehkan mudik lokal ini disemprit warganet. Berita-berita online yang memuat informasi ini ramai dikomentari. Sebagian menilai, aturan pemerintah yang maju mundur bikin rakyat bingung. “Plin plan semuanya. Jadi boleh gak nih mudik,” tanya @khanrikisapari.

Akun @putrojoyo18 ikutan protes. “Tadinya boleh, sekarang sudah nggak boleh, besok lain lagi, sekarepmu lah,” ujarnya.

Sejarawan JJ Rizal ikut menyindir keputusan Gibran ini. “Apakah para pemimpin daerah tidak mau mengikuti keteladanan Mas Gibran yang emang beda ini?” cuit @jjrizal. Marko Kusumawijaya ikutan menimpali. Menurut dia, terbosan Gibran top markotop. “ Iya nih. Mantap. Ekonomi dapat. Covid pergi,” sindirnya di akun @mkusumawijaya. “Butuh kejeniusan tingkat tinggi buat ngeluarin aturan ini,” timpal @gendis25.

Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo geleng-geleng kepala mengamati aturan mudik yang tak sinkron antara pusat dan daerah. “Karena ada perbedaan apa yang dikomunikasikan ke publik dengan aturan yang dibuat ini, akhirnya membuat masyarakat abai dan tidak mau mendengar lagi,” kata Windhu, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut dia, aturan yang mesti dipegang dan diikuti warga adalah aturan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Apalagi di era Menkes Budi Gunadi Sadikin ini, penanganan Covid sudah baik dan berjalan pada relnya.

Sayangnya, Kemenkes tidak menjadi leading sector. Akibatnya, kebijakan yang dibikin Kemenkes dimentahkan oleh kementerian dan pemerintah daerah. Menurut dia, perbedaan aturan ini hanya membuat masyarakat bingung. Aparat di lapangan juga bingung.

Windhu mengingatkan, Covid masih belum usai. Angka penularan masih stagnan, belum menunjukkan penurunan. Bahkan menunjukkan kecenderungan meningkat. Kalau tidak direm, ini bisa berbahaya. Karena itu, dia meminta, larangan mudik Lebaran harus sinkron. Jangan setengah-setengah.

Dia menambahkan, kebijakan saat ini masih parsial karena masih memungkinkan orang bergerak. Ada yang belanja di mal, bekerja, berwisata, bahkan ada yang datang dari China.

“Cara memutus rantai penyebaran Covid itu ya, salah satunya dengan menghentikan mobilitas warga,” tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: