Karena itu, dia berharap, Ombudsman bisa segera menyelesaikan persoalan ini. Semakin cepat semakin baik. “Konteksnya adalah agar negeri ini tidak gaduh dengan hal-hal remeh-temeh seperti itu,” ucapnya.
Dalam kesempatan itu, 75 pegawai KPK melaporkan seluruh pimpinan KPK ke Ombudsman. Para pimpinan itu dilaporkan karena diduga melakukan maladministrasi.
Sujanarko mengatakan, setidaknya ada enam indikasi maladministrasi yang dilakukan pimpinan KPK. Misalnya, pimpinan KPK menambahkan metode alih status pegawai KPK bukan hanya melalui pengangkatan, tetapi juga melalui pengujian. Metode itu dianggap tidak sesuai dengan aturan KPK dan undang-undang.
Poin kedua, pimpinan KPK diduga telah menyelenggarakan sendiri TWK tanpa ketentuan hukum yang berlaku. TWK tidak diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun UU KPK.
Poin lain, pimpinan KPK menggunakan hasil asesmen TWK sebagai dasar pengangkatan pegawai. Padahal, tidak ada ketentuan tersebut dalam Peraturan KPK No 1 Tahun 2021.
Tak hanya ke Ombudsman, 75 pegawai KPK yang tak lolos TWK itu, juga melaporkan pimpinan KPK ke Dewan Pengawas KPK. Laporan itu disampaikan oleh penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan.
Laporan dilakukan karena pimpinan KPK dianggap melanggar sejumlah kode etik dalam pelaksanaan TWK. Pegawai menduga pimpinan tidak jujur mengenai TWK. Sebab, sebelum tes dilakukan, pimpinan menyebut bahwa hasil tes tidak akan berpengaruh pada status pegawai. Namun nyatanya, 75 pegawai yang dinyatakan tak lulus malah dinonaktifkan.
Bagaimana tanggapan pimpinan KPK? Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menghormati adanya laporan tersebut. Menurut dia, laporan itu merupakan hak setiap masyarakat.
“Pimpinan KPK menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut pelaporan tersebut kepada Dewan Pengawas KPK sesuai dengan tugas dan kewenangan Dewan Pengawas,” kata Alex.
Alex juga menjelaskan bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh Pimpinan KPK merupakan hasil dari musyawarah dan kesepakatan bersama. “Tidak ada produk kebijakan yang diputuskan oleh individu pimpinan KPK,” tegasnya.
Sebelum mengambil keputusan, pimpinan selalu membahas dan berdiskusi tidak saja dengan semua pimpinan, bahkan dengan jajaran pejabat struktural KPK. “Hal ini kami lakukan sebagai perwujudan kolektif kolegial, semua keputusan yang diambil adalah keputusan bersama, bukan keputusan Individu seorang Pimpinan KPK,” ungkapnya.
Bagaimana sikap Dewas KPK? Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris mengatakan, bakal mempelajari laporan yang dilayangkan Novel Baswedan dan 74 pegawai lainnya terhadap lima pimpinan KPK. “Seperti semua laporan pengaduan etik lainnya, Dewas akan mempelajari terlebih dulu laporan terkait Pimpinan KPK,” kata Syamsuddin Haris lewat pesan singkat, kemarin.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menilai, polemik TWK membuat kinerja KPK jadi menurun. KPK seolah-olah tidak melakukan apa-apa.
“Makin berlarut-larut polemik ini, jelas makin senang koruptor. Mereka bertepuk tangan,” kata Boyamin, tadi malam.
Politisi Golkar, Muslim Jaya Butarbutar, mengingatkan KPK agar secepatnya menyelesaikan persoalan internal yang sedang bergejolak. Konflik internal akan membuat suasana kebathinan di dalam internal KPK terganggu.
“Ini akan mengganggu pula dalam proses penyidikan kasus-kasus besar di KPK,” kata Muslim, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Untuk diketahui saat ini KPK sedang menggarap beberapa kasus kakap. Seperti korupsi bansos, benur dan pajak. Semoga kasus-kasus ini, juga kasus lainnya tak “membeku” gara-gara pimpinan KPK dan pegawainya belum akur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: