Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Semua Orang Bisa Jadi Pengusaha, Chairul Tanjung Bagikan Kisahnya Jalani Bisnis Pertama Tanpa Modal

Semua Orang Bisa Jadi Pengusaha, Chairul Tanjung Bagikan Kisahnya Jalani Bisnis Pertama Tanpa Modal Kredit Foto: CT Corp
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pendiri Transcorp, Chairul Tanjung (CT) dalam acara di Institut Teknologi Bandung (ITB), CT memaparkan penjelasannya mengenai pengusaha di era digital dalam video YouTube yang bertajuk 'SG KU-4078 : Chairul Tanjung - CEO Transcorp'.

Menurut CT, menjadi pengusaha bisa dilahirkan dan bisa diciptakan. Apa perbedaannya? Pengusaha yang dilahirkan itu berarti ia lahir dari keluarga pengusaha, biasa melihat ayah atau ibunya bekerja sebagai pengusaha, diwariskan perusahaan dan lain sebagainya.

Baca Juga: Dear Pengusaha Pemula dan UMKM, Berikut Ini Manfaat Penggunaan Digital Marketing dalam Bisnis

Sementara pengusaha yang diciptakan itu berarti dia membentuk dirinya sendiri sebagai pengusaha, tanpa memiliki latar belakang keluarga yang pengusaha.

Hal itulah yang terjadi pada Chairul Tanjung. Saat ia berkuliah di Universitas Indonesia (UI), sang ibu menggadaikan kain halus untuk membiayai kuliah CT saat awal-awal semester sejumlah Rp75 ribu. Karena sang ibu sudah berkorban dengan menggadaikan kain halus tersebut, CT bersumpah dan berkomitemn pada dirinya sendiri untuk tidak meminta uang satu peser pun kepada orang tuanya. Karena kesulitan ekonomi itulah CT 'terpaksa' menjadi pengusaha.

Selain itu, menjadi pengusaha juga bisa dari hobi, latar belakang pendidikan dan pindah haluan dari latar belakang A menjadi pengusaha. Meski demikian, menurut CT semua orang bisa menjadi pengusaha, caranya hanya satu yakni bisa membaca peluang.

Kunci dasar seorang pengusaha adalah melihat peluang, membaca, kemudian menangkap peluang itu. Sementara itu, jika peluangnya tidak ada, maka ciptakan peluang. Meski demikian, menciptakan peluang prosesnya lebih panjang daripada melihat dan menangkap peluang.

Terlebih lagi, menjadi pengusaha tak melulu harus linear dengan latar belakang pendidikan. Contohnya, CT adalah seorang dokter gigi, tetapi dia tidak pernah praktik.

Menjadi pengusaha bisa dari latar belakang apapun, baik dokter, ilmuwan, hukum, dan lain sebagainya.

"Pengusaha itu tidak mengenal asal usul, latar belakang, dan apapun. Semua punya hak untuk menjadi pengusaha, dan semua punya kesempatan untuk sukses menjadi pengusaha," ujar CT.

Banyak orang yang skeptis ketika ingin melangkah menjadi pengusaha tetapi terhalang dengan modal. Padahal, CT sendiri memulai usaha tanpa modal, tidak ada satu rupiah pun ia keluarkan.

Bagaimana caranya? Saat CT memasuki fakultas kedokteran gigi, ia terpilih menjadi ketua angkatan di fakultas hingga akhirnya menjadi ketua angkatan di universitas. Hingga suatu hari, seorang dosen meminta semua mahasiswa memiliki buku untuk praktikum.

Buku tersebut bila di foto-copy di depan kampus seharga Rp500, tetapi CT ingat memiliki teman yang memiliki percetakan sederhana. Datanglah CT ke sana, dan menanyakan berapa harga foto-copy buku tersebut jika ia ingin mendapatkan 100 pcs.

Rupanya, harga di teman CT hanya Rp150, dan dijual oleh CT Rp300. Sebanyak 100 mahasiswa membeli buku itu di CT sehingga keuntungan yang didapat CT sebanyak Rp15 ribu. Itulah keuntungan pertama CT sebagai entrepreneur karena ia bisa membayar foto copy tersebut saat semua teman-temannya sudah membayar.

"Jadi, tidak ada namanya pengusaha harus bermodal uang," ujar CT.

Chairul Tanjung melanjutkan bahwa uang bukanlah modal utama untuk menjadi pengusaha. Modal utama untuk menjadi pengusaha adalah networking alias jejaring sosial, bisa saudara, teman, konsumen atau supplier, dan sata ini, bisa juga sosial media. Berikutnya yang terpenting adalah diri kita sendiri, kepribadian kita harus disukai.

"Seorang entrepreneur harus merupakan figure yang disukai, kalau dia tidak disukai, dia tidak akan pernah menjadi entrepreneurship sukses," tandas CT.

Karena itu, jika ingin menjadi pengusaha harus memiliki kepribadian yang baik dan disukai orang. Selanjutnya untuk menjadi pengusaha yakni pendidikan alias pengetahuan. Meski tidak berpendidikan, paling tidak harus pintar.

"Kalau tidak pintar tidak akan bisa menjadi pengusaha," ujar CT.

Selanjutnya adalah pengalaman. Pengalaman adalah ilmu dan guru yang tidak ada tandingannya. Karena itu, semua hal yang disebutkan adalah modal awal yang paling utama untuk menjadi pengusaha. Kekurangan finansial bukanlah halangan.

Menjadi pengusaha juga tidak bisa langsung sukses. Pasti ada proses jatuh-bangun dan kegagalan. Bahkan, CT sendiri mengakui bahwa ia sampai bosan akan kegagalan. Tetapi, itulah proses belajar dari kegagalan tersebut.

Jika gagal melakukan sesuatu, kita harus belajar mencari tahu apa penyebab kita gagal akan hal itu. Jika sudah tahu, cobalah untuk menghindari kegagalan yang sama.

Jika masih gagal juga, lakukan proses yang sama yakni evaluasi dan hindari penyebab kegagalan. Jika maih gagal juga, suatu saat kamu akan menghabiskan kegagalan itu dan belajar untuk menghindari semua penyebab kegagalan yang pernah terjadi.

Selanjutnya, apakah intuisi berbanding lurus dengan kesuksesan seorang pengusaha? CT menjelaskan bahwa intuisi sejatinya bersifat rasional. Intuisi jualah yang menjadi akumulasi dari pengetahuan, pengalaman dan informasi. Sehingga, seseorang yang sudah ahli dalam berbisnis, bisa dengan cepat memutuskan suatu hal penting berdasarkan intuisinya.

"Entrepreneur mampu membeli masa depan dengan harga yang sekarang," ujar CT.

Chairul Tanjung mengungkap bahwa saat ini dunia sedang mengalami perubahan yang sangat cepat. Pertama di bidang demografi dan yang kedua adalah teknologi. Saat ini, generasi X tengah menguasai dan mengontrol pasar karena sedang masa produktif. Di masa depan nanti, generasi Y milenial-lah yang akan aktif mengontrol pasar. Karena itu, CT mengungkap pentingnya memahami karakteristik demografi.

"Memahami perubahan, memahami pemahaman menjadi penting untuk bisa menang dalam kompetisi," terang CT.

Karakter generasi X saat ini adalah menginginkan kehidupan dan pekerjaan yang seimbang. Sementara zaman dahulu, orang-orang karakternya lebih suka banyak bekerja. Karakter generasi X senang belajar tetapi banyak memikirkan masa depan anak, biaya cicilan rumah, kendaraan dan lain sebagainya.

Sementara itu, generasi Y memiliki karkater yang biasa membawa smartphone dan sosial media. Generasi Y lebih memilih ketinggalan ponsel daripada dompet. Generasi Y juga memiliki karakter senang bekerja, tetapi bisa bermain (play) dan kesenangan (fun) secara bersamaan.

Generasi Y jika hanya diminta bekerja akan 'kabur', tetapi ketika di lingkungan bekerjanya banyak hal menarik, mereka akan betah.

Karena itu, perbedaan generasi X adalah hemat, jika berbelanja biasa berpikir dahulu, sementara generasi Y adalah generasi konsumtif. Tetapi kehebatan generasi Y adala mereka memiliki banyak teman melalui sosial media. Inilah generasi yang akan mengontrol dan menguasai pasar di masa depan.

Karakter selanjutnya dari generasi Y adalah mereka menganggap penting olahraga, musik dan sosial media, tetapi kurang di relijius dan politik. Generasi Y lebih peduli pada kesehatan dibandingkan generasi sebelumnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: