Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sektor Kelistrikan RI Sumbang Emisi 14% dari Total Nasional, PLN: Terendah di ASEAN

Sektor Kelistrikan RI Sumbang Emisi 14% dari Total Nasional, PLN: Terendah di ASEAN Petugas PLN Jayapura menata pperalatan setelah memperbaiki listrik di sepanjang ruas jalan pantai Hamadi, Kota Jayapura, Papua, Kamis (7/1/2021). Pasukan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) PLN Jayapura tersebut bersiaga 24 jam secara bergiliran untuk memperbaiki listrik di ibu kota Papua tersebut. | Kredit Foto: Antara/Indrayadi TH
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT PLN (Persero) melihat bahwa keandalan teknologi akan sangat menentukan upaya menuju Nol Emisi Karbon. Tren 3D atau Dekarbonisasi, Desentralisasi, dan Digitalisasi turut memengaruhi berbagai perencanaan dan strategi menuju 2060 mendatang. Masa di mana PLN menargetkan netral karbon dapat diwujudkan dari proses bertahap sehingga dukungan teknologi disebut menentukan.

Zulkifli Zaini, Direktur Utama PT PLN (Persero), mengungkapkan bahwa saat ini di tengah perkembangan teknologi, pihaknya terus mendorong pengurangan efek gas rumah kaca lewat berbagai cara. Sebagai gambaran terkait emisi, Zulkifli menjelaskan bagaimana sektor ketenagalistrikan hanya menyumbangkan 14 persen dari keseluruhan emisi nasional.

Baca Juga: Indonesia Menyimpan Potensi Panas Bumi Terbesar Kedua Dunia, PLN Gencar Kembangkan PLTP

"Porsi ini termasuk yang terendah di ASEAN, di antara lima negara terluas di kawasan ASEAN," ujarnya dalam Pekan Inovasi Energi Baru dan Terbarukan Indonesia yang digelar oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Selasa (27/7/2021).

Ia mencontohkan, Filipina dan Vietnam yang sektor ketenagalistrikannya masing-masing berkontribusi 30 persen terhadap emisi dan Malaysia yang bahkan mencapai 32 persen kontribusi emisi. Di Indonesia, menurutnya pengunaan lahan dan alih fungsi hutan, termasuk kebakaran hutan merupakan kontributor emisi karbon terbesar. Meskipun begitu, PLN memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung transisi energi.

Menuju capaian energi besar yang optimal, menurutnya, model bisnis PLN di masa depan pun akan mengakomodasi tren 3D. Di antaranya dengan meningkatkan peran EBT sebagai sumber energi primer utama dan smart grid sebagai enabler.

Lebih jauh ia menyebut, inovasi teknologi makin maju dalam bidang teknologi pembangkit EBT. Hal ini meliputi hadirnya energy storage atau baterai, carbon capture, green hydrogen, kendaraan listrik, dan efisiensi energi yang mendorong transisi pada sektor ketenagalistrikan.

Transisi dari pembakaran bahan bakar fosil menuju pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan. Di sisi lain, Zulkifli menyebutkan bahwa desentralisasi dan digitalisasi mendorong munculnya model bisnis baru dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat.

PLN pun menurutnya telah menetapkan peta jalan dalam mengurangi penggunaan energi listrik berbasis fosil dari tahun 2025 hingga tahun 2060. Menurutnya, ada dua skenario yang disiapkan. Pertama, energi berbasis fosil akan mulai hilang dari bauran energi mulai 2056 mendatang. Ada 7 tahapan penghentian PLTU batu bara mulai dari yang menggunakan teknologi konvensional sampai yang paling mutakhir.

Sementara pada skenario kedua, pemanfaatan teknologi CCUS (Carbon Capture, Usage and Storage) akan diterapkan mulai pada tahun 2035 sembari PLN akan tetap menurunkan porsi energi berbasis fosil dari bauran energi. Lebih jauh soal model bisnis masa depan, PLN akan melakukan berbagai pekerjaan besar dari hulu ke hilir.

"Di sisi hulu PLN akan melakukan eksekusi proyek EBT dalam skala besar," jelasnya.

Selanjutnya, di sisi midstream sebagai operator atau owner dari jaringan transmisi dan distribusi termasuk energy storage atau baterai, PLN juga memberikan layanan solusi energi terintegrasi yang fleksibel untuk pelanggan skala besar atau industri. Di sisi hilir, PLN akan memberikan layanan solusi energi untuk semua pelanggan. Selain itu, akan diciptakan ekosistem pelayanan yang cerdas, fleksibel, dan inovatif hingga elektrifikasi sektor transportasi dengan ketersediaan infrastrukturnya.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Laksana Tri Handoko, menyampaikan bahwa isu energi dan lingkungan saling terkait erat. Pada satu sisi, peningkatan ekonomi lewat pembangunan dan industrialisasi yang meningkatkan kebutuhan terhadap energi. Sisi lain, ada dampak lingkungan yang mesti diperhatikan termasuk penggunaan energi yang berbasis fosil.

Dalam upaya menjaga keseimbangan kepentingan mendorong perekonomian dan menjaga lingkungan serta mencapai 23 persen EBT dalam bauran energi, riset menurutnya diperlukan.

"Kita tahu itu sangat tidak mudah dan di situlah riset diharapkan bisa berperan besar dalam memberikan kontribusinya," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Bethriq Kindy Arrazy
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: