Gugatan AD/ ART Partai Demokrat Sebuah Keniscayaan atau Langkah Maju untuk Menang
Praha Partai Demokrat yang di gawangi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) hasil Kongres, di JCC Senayan Jakarta dan Moeldoko, Ketua Umum PD hasil KLB di Deli Serdang Sumut, terus bergerak.
Belum usainya dua gugatan di Pengadilan dan Tata Usaha Negara, sekarang sudah terdengar akan adanya rencana Kubu KLB yang akan menguji keabsahan dari AD/ ART hasil Kongres tanggal 14 Maret 2020 di JCC Senayan, Jakarta yang telah menetapkan AHY sebagai Ketua Umum PD periode 2020 s/d 2024. Baca Juga: Bantu Demokrat Moeldoko, Pasukan AHY Siap Ngelawan Yusril, PBB Ikut Diseret-seret
Dan kata menetapkan di pakai dalam tulisan ini, mengingat pada waktu itu Pemilihan dilakukan dengan jalan Aklamasi, bukan dari pemilihan langsung dengan suara terbanyak.
Langkah berani yang diambil seorang Yusril Izha Mahendra untuk membatalkan AD/ART Partai Demokrat Kubu AHY, yang dihasilkan dari Kongres, tanggal 14 Maret 2020. Mengingat hal ini adalah bentuk pertaruhan nama besar dengan apa yang di perjuangkan. Karena sangat tidak lazim sebuah AD/ ART produk Kongres dibatalkan, dan pembatalannya dari kubu yang berbeda ditambah kedua kubu masih saling sengketa dalam rangka menetapkan sosok Ketua Umum Partai. Baca Juga: Eh Pangeran Cikeas Kena Sentil Denny, Camkan! Semoga Ini Jadi Pelajaran untuk AHY, Dewasa Dulu..
Namun, sebagai seorang Praktisi saya mengapresiasi langkah itu, karena kalau nanti terobosan ini berhasil ditempuh, maka secara yuridis AD/ ART yang di miliki PD Kubu AHY menjadi mati suri dan tidak mempunyai kekuatan hukum sebagai pijakan partai.
Dalam tulisan ini, secara khusus tidak akan mengulas detail masalah sebab akibat dari masalah sengketa, namun yang akan saya kupas, kenapa harus langsung kepada Mahakamah Agung, tidak melalui pengadilan baik TUN maupun Peradilan Umum. Dan apakah ruang itu (Mahkamah Agung ) ada dari sisi undang-undang.
Karena hal ini tentunya sudah ada kajian hukum dari sang Profesor yang kebetulan ahlinya dalam kaitan ini.
Pertama, AD/ ART bukan produk yang berada diwilayah hukum perjanjan dalam buku III KUHPerdata seperti dimaksud dalam pasal 1338, 1320 KUHPerdata dan seterusnya, namun yang namanya AD/ ART juga produk hukum yang di miliki partai.
Sehingga karena bukan obyek perjanjian, maka apabila terdapat sengketa berkaitan isi (materi) dari AD/ ART tidak dapat di ajukan ke Pengadilan Umum.
Selanjutnya AD/ ART juga bukan produk TUN, karena tidak dalam bentuk surat keputusan (SK) produk pemerintah, sedangkan sengketa TUN obyeknya adalah segala SK surat keputusan yang di keluarkan Pemerintah. Sehingga TUN tidak mempunyai kapasitas untuk mengadili AD/ ART.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: