Sementara itu, Arzeti Bilbina, anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB, mengatakan pemerintah menyambut positif. Bahkan DPR RI telah melakukan rapat kerja dengan BPOM. Pada tahun anggaran 2022 pemerintah akan mengalokasikan untuk sosialisasi bahaya BPA.
Arzeti sosok anggota dewan yang juga gencar mengkampanyekan bahaya BPA. Dan setuju jika kemasan plastik makanan dan minuman harus free BPA.
Senada dengan itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengatakan, "Saya sudah beberapa kali menjadi narasumber webinar tentang pelabelan BPA. Dan BPOM masih lambat dalam menetapkan revisi PERKA label. Di banyak negara, BPA pada kemasan sudah dilarang. Sepertinya saya mencium upaya untuk menggagalkan rencana BPOM untuk merevisi PERKA label terkait BPA pada kemasan galon isi ulang dan memasang label peringatan pada keasan plastik yang mengandung BPA. Salah satunya ada upaya untuk tidak mencantumkan label peringatan BPA pada kemasan galon isi ulang berbahan PC dengan kode plastik No7, dengan mensyaratkan batas ambang." ucapnya.
"Seharusnya tidak ada toleransi batas ambang terkait kemasan yang mengandung BPA untuk bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Jangan sampai upaya ini malah menyesatkan bagi konsumen, BPA tetap racun. Migrasinya tidak layak dikonsumsi oleh usia rentan," paparnya.
"Jadi perjalanan BPA atau migrasi BPA itu awalnya dari galon guna ulang, migrasi ke air. Gara - gara proses pencuncian galon di pabrik, dan saat dibawa dari pabrik ke distributor sudah terjemur matahari. Masuk ke toko-toko dijemur matahari lagi. Padahal BPA mudah bermigrasi bila terjadi pemanasan maupun gesekan," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil