Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kas Cekak dan Hutang Segunung, Bagaimana Keberlangsungan Operasional Indosat Ooredoo H3I

Kas Cekak dan Hutang Segunung, Bagaimana Keberlangsungan Operasional Indosat Ooredoo H3I Kredit Foto: Indosat Ooredoo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Setelah 4 tahun tak bagi dividen, menjelang merger dengan Hutchison 3 Indonesia (H3I), Indosat langsung 'menguras' kasnya dengan tebar dividen Rp 9,5 triliun. Dividen terdiri dari dividen tahunan (Rp 4,5 triliun) dan dividen interim (Rp 5 triliun).

Pembagian dividen ini menurut Kuntho Priyambodo, pengamat pasar modal dari Nusantara Investama, merupakan yang terbesar selama kurun waktu 10 tahun terakhir.

Tahun 2017 Indosat membagikan dividen Rp 1,1 triliun. Di tahun 2018 hanya bagikan dividen Rp 397 miliar. Setelah itu hingga 2021 Indosat tak lagi membagikan dividen.

'Menghabiskan' kas perusahaan dinilai Kuntho lazim dilakukan perusahaan menjelang merger. Meski wajar, menurut Kuntho harusnya pembagian dividen tidak mengganggu kas dan operasional perseroan, kewajiban ke karyawan dan pelanggan IM2, komitment pembangunan ke Negara serta kewajiban membayar uang pengganti di kasus korupsi IM2.

Mengacu laporan keuangan September 2021, kas di Indosat hanya Rp 11 triliun. Artinya pasca tebar dividen, kas Indosat hanya tersisa Rp 1,5 triliun. Padahal CAPEX tahunan Indosat selama ini Rp 8 triliun.

"Pembagian dividen interim memang sudah diumumkan sebelumnya. Namun dividen tahunan yang ditarik dari laba ditahan, tak ada disclosure di rencana merger. Dengan disisakan kas Rp 1,5 triliun, operasional Indosat dipastikan 'terseok-seok'. Alangkah baik jika perusahaan tetap menjaga retain earnings besar agar bisa bersaing di tengah kompetisi yang tinggi di industri telko,"ungkap Kuntho.

Memang Indosat bisa menambah likuiditas dengan terbitkan obligasi atau meminjam uang dari bank. Dengan rasio hutang dan ekuitas (debt to equity ratio) 2,7x, Kuntho percaya tak akan mudah bagi Indosat untuk dapatkan pendanaan dengan bunga yang kompetitif.

Sebenarnya Indosat memiliki pilihan untuk menggembangkan usahanya melalui dana murah dengan menjaga retain earnigs dari hasil penjualan aset perusahaan yang bisa diinvestasikan kembali. Bukan malah bagi dividen dan pinjam ke bank atau terbitkan obligasi yang dapat menaikan rasio hutang.

"Dengan dividen tahunan yang ditarik dari retain earnigs, maka DER Indosat akan melesat menjadi 3,6x.  Ini jauh di atas rival terberat mereka, XL yang memiliki DER 2,45x. Kinerja kinclong  Indosat tahun ini karena penjualan tower. Bukan dari operasional organik. Ketika penjualan tower dihilangkan, laba perseroan masih merah,"ungkap Kuntho.

Strategi mengeluarkan banyak cash disisi operasi perusahaan memang umum dilakukan melalui parent atau pemegang saham utamanya.

Selain itu skema “Tax Evasion atau Tax Engineering” dengan selalu mengkerdilkan emiten, juga lazim dilakukan management untuk menghindari kewajiban ke Negara. Ini menjadi hal yang sangat tidak baik dan merugikan pemegang saham minoritas/publik serta negara sebagai penerima manfaat pajaknya.

Untuk hal ini SRO serta Kemenkeu harus bisa melihat dan me-labeling perusahaan yang melakukan rekayasa pendapatan/rekayasa perpajakan sebagai “bad ethics management company”

"Laporan keuangan operator telekomunikasi yang terus merugi patut diduga lakukan Tax Evasion atau Tax Engineering. Kemenkeu melalui Ditjen Pajak dan SRO (self regulatory organization) atau regulator pasar modal harus jeli melihat modus Tax Evasion atau Tax Engineering ini,"ungkap Kuntho.

Dengan kondisi keuangan yang berat, Kuntho melihat rencana merger Indosat H3I yang dibuat Kantor Jasa Penilai Publik Ruky, Safrudin & Rekan (RSR) sebagai penilai independen, dinilai akan meleset jauh. Sebab dua perusahaan ini merupakan perusahaan 'sakit'.

Melihat laporan keuangan Maret 2021, ekuitas H3I minus Rp 257 miliar. Ekuitas H3I terus tergerus akibat akumulasi kerugian di 3 tahun terakhir. Rugi bersih H3I juga terbilang spektakuler yaitu Rp 1,7 triliun.

Bahkan 3 tahun terakhir H3I tak pernah membukukan keuntungan. Akibat perusahaan yang terus merugi, kemampuan mereka menggelar jaringan dan pertahankan kualitas layanan juga terbatas. Ini tercermin dari penjualan H3I yang stagnan hanya Rp 3,3 triliun. Sehingga merger ini tidak membawa ke arah perbaikan baik untuk Indosat maupun H3I.

"Dengan memaksakan pembagian dividen Indosat yang besar, beban perseroan akan semakin berat. Ditambah dengan beban kinerja keuangan H3I yang jauh lebih sulit dari Indosat. SRO, Kominfo, dan KPPU harus melihat dengan jeli dalam berikan izin merger Indosat H3I,"kata Kuntho.

Dengan potensi tekanan likuiditas ini, Kuntho melihat komitmen pembangunan jaringan telekomunikasi yang dilakukan Indosat H3I akan meleset dari dokumen merger mereka. Hampir pasti janji untuk menggelar jaringan ke Negara juga akan sulit mereka penuhi.

"Sudah tepat jika Kominfo tarik frekuensi perusahaan hasil merger Indosat H3I. Dengan perseroan yang berpotensi mengalami kesulitan cash flow, harusnya Kominfo dapat menarik lebih banyak lagi frekuensi Indosat H3I," tutup Kuntho.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: