Apa yang Membedakan Omicron dengan Varian Mutasi Covid-19 Lainnya?
Beberapa negara, seperti Inggris, Amerika Serikat, negara Uni Eropa, dan Israel, telah melarang perjalanan dari dan ke Afrika Selatan beserta lima negara di sekitarnya. Lima negara tersebut adalah Botswana, Eswatini, Lesotho, Mozambik, Namibia, dan Zimbabwe. Inggris juga menambah larangan perjalanan untuk beberapa negara lain, yaitu Angola, Malawi, dan Zambia.
Langkah tersebut memicu kemarahan warga Afrika Selatan. Banyak dari mereka yang merasa bahwa mereka "dihukum" karena memiliki institusi penelitian luar biasa dan bersikap transparan terhadap temuan mereka. Varian omikron yang ditemukan peneliti Afsel telah masuk ke dalam daftar variant of concern (VOC) WHO sejak 26 November.
Pada awal pandemi, WHO menilai perlu cara sederhana untuk mengomunikasikan nama varian SARS-CoV-2 hingga akhirnya diputuskan untuk memakai alfabet Yunani. Dari situ asal nama varian alfa, beta, delta, dan seterusnya.
Omikron sedianya adalah varian SARS-CoV-2 ke-13 yang terlacak, tetapi ditandai dengan huruf ke-15 dari alfabet Yunani. WHO memutuskan untuk melewati nu dan xi, huruf ke-13 dan ke-14 dari alfabet Yunani.
WHO berdalih, nu bisa disalahpahami sebagai kata new alias baru. Sementara itu, xi dilewati karena banyak digunakan sebagai nama keluarga, seperti pada nama Presiden Cina Xi Jinping. Hal itu, menurut WHO, berpotensi menyebabkan pelanggaran terhadap kelompok budaya, sosial, nasional, regional, profesional, atau etnis.
Lalu, mengapa omikron menjadi perhatian? Vinod Balasubramaniam, seorang ahli virus dari Monash University di Malaysia, menjelaskan, B.1.1529 memiliki 32 mutasi yang terletak di protein lonjakannya.
Itu termasuk E484A, K417N, dan N440K yang berkaitan dengan kemampuan virus untuk lolos dari deteksi antibodi. Mutasi lain, N501Y, tampaknya meningkatkan kemampuan virus untuk masuk ke sel tubuh. Itu membuatnya lebih mudah menular.
Sejumlah ilmuwan berpandangan, mutasi yang sebegitu banyak berpotensi membuat omikron menjadi cabang virus SARS-CoV tersendiri.
“Dengan kata lain, 32 mutasi yang terdeteksi di protein lonjakan varian baru akan mengubah bentuk struktur ini sehingga menimbulkan masalah bagi respons imun yang diinduksi oleh vaksin,” kata Balasubramaniam, seperti dilansir New Atlas, Senin (29/11).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: