Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dedi Mulyadi: Nasionalisme Arteria Dahlan Jakartasentris

Dedi Mulyadi: Nasionalisme Arteria Dahlan Jakartasentris Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Jakarta -

Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menilai pemahaman nasionalisme yang jakartasentris malah melahirkan egoisme intelektual dan struktural. Ungkapan Kang Dedi Mulyadi itu adalah respons pro dan kontra ucapan Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan yang meminta Jaksa Agung untuk mengganti kajati yang berbicara bahasa Sunda saat rapat.

Menurut Dedi, seseorang yang memahami diri sendiri sebagai penguasa Jakarta dan menguasai jagat Indonesia telah mendorong pemahaman keliru. Seolah-olah orang tersebut paling paham mengenai Indonesia, tetapi justru malah sebaliknya.

Baca Juga: Jadi Panjang! Arteria Dahlan Diminta Minta Maaf oleh Ridwan Kamil: Sudah Lelah dengan Pertengkaran

"Ucapan Bang Arteria Dahlan adalah ucapan akademisi dan politisi yang besar di Jakarta dan bisa memahami ruang lingkup pembangunan bersifat elitis sehingga kurang menyelami kebudayaan Indonesia dan tidak mengerti peradaban setiap daerah," ucap Dedi, dalam keterangan tertulis di Jakarta, dikutip Kamis (20/1/2022).

Mengucapkan bahasa daerah, kata Dedi, merupakan upaya kita dalam menjaga keberagaman sebab bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan. Karena bahasa persatuan, ada bahasa daerah yang dipersatukan.

"Manakala bahasa daerah hilang, tidak ada lagi yang dipersatukan. Untuk itu, menggunakan bahasa Indonesia tidak berarti kita melupakan bahasa daerah. Menggunakan bahasa daerah bukan berarti kita kehilangan nasionalisme dalam hidup," katanya.

"Akan tetapi, sesungguhnya justru dengan menggunakan bahasa daerah di sebuah daerah yang menjadi kebudayaannya adalah nasionalisme yang sebenarnya," lanjut Kang Dedi Mulyadi.

Dedi mencontohkan hal yang kurang tepat adalah saat orang Sunda menggunakan bahasa Sunda pada masyarakat Papua di Papua. Atau orang Jawa berbicara bahasa Jawa pada masyarakat Minang.

"Yang tepat itu orang Sunda datang ke Papua bisa bahasa dan memahami masyarakat Papua, atau orang Sunda ke Jawa bisa berbahasa dan memahami bahasa Jawa atau sebaliknya," katanya.

Bagi Dedi, semangat toleransi adalah semangat memahami perbedaan sehingga setiap orang bisa memahami keberagaman yang ada di Indonesia.

"Semoga peristiwa terjadi hari ini yang menjadi hirup pikuk nasional, apa yang disampaikan sahabat kita Anggota Komisi III DPR RI menjadi pembelajaran bagi orang Sunda," pungkas Kang Dedi Mulyadi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: