Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tetap mengusut pelaku korupsi meski nilai kerugian negaranya minim.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menandaskan, korupsi merupakan perbuatan tercela dan perlu ditindak tegas.
“Dalam Undang-Undang, kita sebagai penegak hukum tidak bisa membiarkan korupsi di bawah Rp 50 juta,” tandasnya.
Baca Juga: Ubed Selesai Dimintai Keterangan oleh KPK, Anaknya Jokowi Mohon Siap-siap!
Ghufron melanjutkan, pengembalian uang tidak menghapus pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal tersebut berbunyi: pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
Ghufron mengatakan, aparat penegak hukum harus tunduk dan mematuhi peraturan perundang-undangan.
Pernyataan pihak KPK seolah menyindir Kejaksaan Agung yang hendak membebaskan koruptor kelas teri. Yang kerugiannegaranya tak sampai Rp 50 juta. Perkaranya bakal diselesaikan di luar pengadilan. Asal pelaku mengembalikan uang korupsi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin yang memerintahkan jajarannya menyelesaikan kasus-kasus korupsi di bawah Rp 50 juta hanya dengan cara mengembalikan uang ke negara.
Langkah ini untuk pelaksanaan proses hukum yang cepat, sederhana dan berbiaya ringan.
Jika dihitung biaya penyelidikan, penyidikan, penuntutan, banding hingga kasasi bisa lebih besar dari Rp50 juta.
Ghufron menilai langkah ini tidak tepat. Sebab persoalan korupsi bukan hanya sekadar aspek hukum tentang kerugian negara. Tetapi juga tentang bagaimana membuat jera para koruptor meskipun hanya merugikan keuangan negara di bawah Rp 50 juta.
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan mekanisme penindakan terhadap pelaku tindak pidana korupsi dengan kerugian keuangan negaradi bawah Rp 50 juta.
Dia mengatakan kasus korupsi dengan kerugian keuangan negara di bawah Rp 50 juta dapat diselesaikan dengan pengembalian kerugian negara.
“Sebagai upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana, dan biaya ringan,” kata Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Kamis (27/1/2022).
Selain itu, Burhanuddin menjelaskan kasus pidana terkait dana desa yang kerugian keuangannegaranya tidak terlalu besar dan tidak dilakukan terus-menerus dapat diselesaikan secara administratif.
Adapun salah satu caranya dengan mengembalikan kerugian keuangan negara dan tidak mengulangi lagi perbuatannya. Namun Burhanuddin tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kebijakan bagi koruptor dengankerugian negara di bawah Rp50 juta.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah menambahkanpenerapan penyelesaian perkara tindak pidana korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara di bawah Rp 50 juta akan dilakukan hati-hati.
Ia mengatakan Jaksa Agung sudah mengeluarkan pedoman untuk melakukan penerapan kebijakan tersebut oleh seluruh kejaksaan.
Penyidik harus memperhatikan sejumlah aspek dari tindak korupsi yang dilakukan oleh pelaku, serta mengidentifikasi dampak dari tindak pidana korupsi itu.
Sehingga, tak semua pelaku yang dapat mengembalikan kerugian keuangan negara akibat korupsi tersebut akan bebas dari jerat hukum.
“Ini kan kecil kadang-kadang juga ada dampak langsung ke masyarakat. Kalau itu dampaknya juga kami ukur,” jelasnya.
Menurut Febrie, pelaku yang dapat “diampuni” dari proses hukum juga tak boleh melakukan perbuatan tersebut secara terus-menerus atau menjadi rutinitas.
“Misalnya, Rp 10 juta kalau dia terus menerus kayak berupa setoran kan enggak mungkin juga (tidak diproses hukum),” katanya dia.
Penyidik kejaksaan akan menjalin koordinasi dengan instansi yang menaungi pelaku ketika tindak pidana itu terjadi.
Menurutnya, terdapat sejumlah mekanisme pemberian hukuman secara internal lembaga negara terhadap seorang pelaku kejahatan. Sehingga, kata dia, hukuman tersebut juga dapat menjadi bahan pertimbangan.
Namun demikian, Febrie memastikan bahwa hingga saat ini belum ada kasus-kasus dugaan tindak pidana korupsi di bawah Rp 50 juta yang telah dihentikan penyidik.
“Jadi di tahap awal itu biasanyadibiarkan di Inspektorat, ya di penyelidikan,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: