Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masih Mau Konsumsi Produk dengan Kemasan Tanpa Label Bebas Zat BPA?

Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua JPKL (Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan), Roso Daras, menyayangkan ucapan seorang guru besar IPB bidang pangan yang menyebut pelabelan free BPA bukan sebuah keharusan. Lebih jauh, pernyataan tak ada kewajiban pelabelan BPA di kemasan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) telah dimuat dibeberapa media. Dikhawatirkan, pernyataan tersebut akan berakibat fatal bagi kesehatan masyarakat, terutama anak-anak.

JPKL telah gencar lakukan kampanye ke masyarakat agar memilih kemasan yang tercantum bebas BPA. Pasalnya, BPA telah terbukti menjadi sumber penyakit. Sebut saja kanker, autisme, syaraf, dan penyakit lainnya.

Baca Juga: Guru Besar IPB: Tak Ada Negara di Dunia Yang Wajibkan Pelabelan BPA di Kemasan AMDK

Bahaya itu juga telah ditegaskan oleh Pakar pendidikan Autis, Dr Imaculata, yang menyebut BPA adalah faktor eksternal penybab autisme.

Dengan semua bahaya itu, masih mau mengkonsumsi produk dalam kemasan tanpa label BPA?

"Di negara-negara maju, sudah melarang penggunaan kemasan plastik yang mengandung BPA. Di Indonesia sudah bagus juga. Botol - botol susu untuk bayi, piring, sendok plastik dan peralatan mainan anak sudah free BPA. Tinggal dari galon guna ulang yang belum free BPA, yang dimana kemasan ini terlihat banyak digunakan dalam kemasan plastik AMDK untuk konsumsi keluarga, yang justru pengaruhnya sangat besar. Banyak anak-anak minum susu formula, airnya dari galon guna ulang berbahan polycarbonat dengan kode daur ulang 7 yang mengandung BPA. Itulah jalan masuk BPA ke dalam tubuh bayi, " tutur Roso Daras.  

Baca Juga: Label BPA Free, AIMI : Pemerintah Wajib Melindungi Kepentingan Warga

Lebih jauh Roso menegaskan bahwa JPKL mendukung keputusan BPOM untuk Perubahan Kedua atas Peraturan BPOM No 31 tahun 2018 Tentang Label Pangan Olahan, dan berharap segera dilakukan. Karena dengan adanya Perubahan Peraturan BPOM ini anak-anak Indonesia akan terlindungi dari bahaya zat BPA. 

Terlebih lagi, BPOM sebagai regulator telah melakukan penelitian paling mutakhir dengan mengambil sampel secara acak di seluruh Indonesia  di tahun 2021 - 2022. Hasilnya terbukti galon guna ulang yang beredar telah melampaui ambang batas migrasi BPA yang telah ditentukan yaitu 0,6 bpj. Ini jelas membahayakan  bagi bayi, balita, dan janin pada ibu hamil yang kedepannya menjadi generasi penerus bangsa Indonesia. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: