Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

PLN Siap Konversi LPG ke Kompor Induksi, Tekan Impor dan Hemat APBN

PLN Siap Konversi LPG ke Kompor Induksi, Tekan Impor dan Hemat APBN Kredit Foto: PLN
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT PLN (Persero) siap mendukung program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi pada tahun ini. Langkah ini untuk mendukung upaya pemerintah membangun kemandirian energi dan juga menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, saat ini impor LPG dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor LPG bisa mencapai Rp67,8 triliun. 

Baca Juga: PLN Dorong Konversi Kompor LPG

Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi. Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan atau (current account defisit/CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan.

"Arahan Bapak Presiden di Istana Bogor sudah sangat jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik. Salah satunya melalui konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi," ujar Darmawan. 

Tak hanya angka impor, langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak. Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp71,5 triliun pada 2024.

Saat ini, pemakaian LPG memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga LPG di pasaran adalah harga dengan subsidi dari APBN. Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN adalah Rp13.500 per kg, yang kemudian Harga Eceran Tertinggi (HET) LPG subsidi dibanderol Rp7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp6.500 untuk subsidi per kg LPG. 

"Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal ini membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp6.500," ujar Darmawan.

Menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG yaitu Rp13.500 jelas lebih mahal daripada 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp10.250. Artinya harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp 3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: