Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Separuh Rusia Malu, yang Lain Menganggap Perang Itu Palsu Kata Dosen Inggris yang Tinggalkan Moskow

Separuh Rusia Malu, yang Lain Menganggap Perang Itu Palsu Kata Dosen Inggris yang Tinggalkan Moskow Kredit Foto: Instagram/Russian Army
Warta Ekonomi, London -

Joshua Levy asal London berusia 37 tahun sejak sebulan lalu telah tinggal di Sakhalin, sebuah pulau terpencil di ujung timur Rusia. Dia adalah seorang dosen yang mengajar bahasa Inggris di universitas negeri di Moskow yang telah ia tinggali selama tujuh tahun. 

Sakhalin adalah pos luar biasa yang terasa terputus dari seluruh dunia, terbangun di lanskap beku dan melihat Cahaya Utara di malam hari.

Baca Juga: Rudal Rusia Hancurkan Pemukiman Warga Dekat Pusat Kota Kyiv

SEI_93625461-640x360.jpg

Tetapi ketika Vladimir Putin memerintahkan invasi ke Ukraina, petualangan Levy di Rusia tiba-tiba berakhir, mendorong perjalanan yang sulit lebih dari 5.000 mil kembali ke London.

“Saya berada di sana selama enam bulan kemudian mereka mengatakan bahwa mereka memecat saya karena saya adalah ‘guru yang buruk’,” katanya kepada inews.co.uk, dikutip Kamis (17/3/2022).

“Tapi ini terjadi tepat setelah perang dimulai,” tambahnya.

Levy yakin pemecatannya adalah hasil dari sentimen nasionalis Rusia menyusul pengenaan sanksi Barat dan mengatakan dia telah mendengar itu menjadi meluas.

"Orang-orang dipecat karena mereka orang asing, pasti," katanya.

"Saya tahu orang lain yang mengalaminya, dia dari Afrika Selatan, dia dipecat dan harus meninggalkan negara itu juga," tambah Levy.

Dosen, yang sebelumnya bekerja sebagai penerjemah di negara itu, kembali lebih dulu ke Moskow, di mana sanksi Barat pertama mulai dijatuhkan.

"Itu benar-benar kekacauan. Semua ATM kehabisan uang tunai, saya harus bangun jam 3 pagi untuk mengantri untuk mengambil uang saya. Ada 300 hingga 400 orang yang mengantri," ujar dia.

“Saya mengambil semua dolar AS yang bisa saya dapatkan, saya beruntung karena nilai tukar saat itu sekitar 75 rubel per dolar --sejak itu mencapai 130."

“Semuanya menghabiskan biaya lebih dari 50 persen. Beberapa barang seperti gula, Anda tidak dapat membeli lebih dari dua atau tiga sekaligus, hanya apa yang dapat Anda ambil di tangan Anda."

"Keju, kamu tidak bisa mendapatkan lagi," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: