Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berkah Pandemi, Indonesia Berpeluang jadi Lokomotif Industri Digital

Berkah Pandemi, Indonesia Berpeluang jadi Lokomotif Industri Digital Kredit Foto: Djati Waluyo

Setali tiga uang, OVO juga merasakan bahwa Covid-19 telah memberikan perkembangan yang luar biasa ekosistem digital di Indonesia termasuk OVO sebagai layanan pembayaran digital. Head of PR PT Visionet Internasional (OVO) Harumi Supit mengatakan, saat ini OVO hadir secara offline di 660 kota/ kabupaten dan sudah menaungi 1,3 juta mercant QRIS dimana lebih dari 95 persennya pelaku UMKM.

"Dalam ekosistem digital, OVO itu menjadi semacam penghubung karena tanpa adanya fungsi layanan pembayaran digital itu kita tidak mungkin bisa mengakses begitu banyak layanan dan produk digital dari ecommerce, ride healing, pemesanan makanan dan lain-lain.  Melalui OVO kita berkeinginan membuka akses terhadap ekosistem digital di indonesia dengan kemudahan layanan pembayaran dan mendorong peningkatan UMKM dari unbanked menjadi digital savvy," jelas Harumi.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel), Theodorus Ardi Hartoko menuturkan, memang pandemi Covid-19 membawa dampak negatif ke beberapa sektor, namun di sisi lain juga membawa dampak positif di sektor lainnya. Salah satu sektor yang terangkat adalah telekomunikasi dimana Mitratel sebagai penyedia infrastruktur tower cukup terdorong atas kondisi tersebut.

"Jadi kita masih prediksi bisnis tower masih cukup prospektif. Kami masih optimis di bisnis ini dengan model bisnis yang relatif jangka panjang. Hal ini bisa dilihat pada 2019 hingga 2021 pertumbuhan industri tower diatas 5 persen dan kami tumbuh sampai 33%," ungkapnya. Baca Juga: Menteri Johnny Ajak Bangun Sinergi Kembangkan Digitalisasi UMKM

Namun, kembali lagi, Tirta mengingatkan, pesatnya kemajuan digital ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi kehadirannya sangat bermanfaat, tetapi di sisi lain juga berbahaya bagi masyarakat. Hal ini lantaran masih rendahnya tingkat literasi keuangan maupun tingkat literasi digital di masyarakat.

"Selain itu masih belum meratanya infrastruktur digital di seluruh daerah di indonesia juga menjadi salah satu agenda transformasi digital di Indonesia," pungkasnya.

Adapun berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan Indonesia yang dilakukan OJK pada 2019 mengungkapkan, Tingkat literasi keuangan masyarakat indonesia masih rendah hanya sekitar 38 persen atau jauh lebih rendah dibandingkaan tingkat inklusi keuangan yang sebesar 76 persen.

"Dengan kata lain masih banyak masyarakat indonesia yang telah menggunakan produk layanan keuangan namun belum memahaminya," pungkasnya.

Selain itu, awareness masyarakat di dunia digital juga masih minim. Hal ini terlihat dari survei Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia yang menyatakan bahwa masih banyak pengguna internet yang mengumbar data pribadinya di dunia maya, sehingga rawan disalahgunakan.

Oleh sebab itu, masyarakat perlu meningkatkan pemahamannya tentang digitalisasi, bukan hanya mengetahui manfaatnya yang luar biasa tetapi mereka juga harus paham terhadap risikonya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: