Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menkop-UKM dan Menkumham Sepakati Tiga Masalah Hukum Terkait Koperasi

Menkop-UKM dan Menkumham Sepakati Tiga Masalah Hukum Terkait Koperasi Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop-UKM) Teten Masduki bersama Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menyepakati tiga hal mendasar penguatan dan pengembangan koperasi, khususnya yang berkaitan dengan masalah hukum: koordinasi penguatan perizinan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), penanganan KSP dalam PKPU, hingga UU Perkoperasian.

Hal itu terungkap dalam audiensi Menkop-UKM Teten Masduki dan Menkumham Yasonna Laoly didampingi oleh Sekretasis Kementerian, Arif Rahman Hakim; Deputi Bidang Perkoperasian, Ahmad Zabadi; Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM Bidang Ekonomi Kerakyatan, Riza Damanik; Staf Khusus Menteri Bidang Hukum, Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan, Agus Santoso,; di Jakarta, kemarin.

Baca Juga: Mantap! Percepat Penyerapan Produk Dalam Negeri, KemenKopUKM Gelar Business Matching Tahap 2

Dalam pembicaraan tersebut, Menkumham berpandangan bahwa perlu Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Koperasi dan UKM dengan Menteri Hukum dan HAM tentang pengaturan lebih lanjut terhadap proses pemberian izin KSP.

Antara lain, Notaris wajib terlebih dahulu meminta rekomendasi dari Deputi Perkoperasian sebelum menyusun Akta Pendirian Badan Hukum Koperasi. Selain itu, kewenangan Pendirian Badan Hukum tetap merupakan kewenangan Kementerian Hukum HAM. Ketiga, Izin usaha simpan pinjam tetap merupakan kewenangan BKPM.

"Menyangkut penanganan KSP dalam PKPU, Menkumham memiliki pandangam serupa dengan Menteri Teten bahwa praktik UU PKPU terhadap KSP tidak memberikan perlindungan yang cukup atas pengembalian simpanan anggota koperasi," kata Yasonna dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/4/2022).

Yasonna menyampaikan agar minggu depan dapat dijadwalkan pertemuan antara Menteri Hukum dan HAM, bersama Menteri Koperasi dan UKM dengan Ketua Mahkamah Agung. Tujuannya adalah untuk berkonsultasi kepada Mahkamah Agung apakah memungkinkan untuk membuat pedoman bagi para Hakim Pengadilan Niaga, berupa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA).

"Kemudian sebagai upaya mengantisipasi kemungkinan adanya permohonan PKPU terhadap KSP pada masa yang akan datang, perlu dipikirkan bersama agar Hakim Pengadilan Niaga sangat berhati-hati untuk mengabulkan permohonan PKPU terhadap KSP," ujarnya.

Sementara, Menteri Teten menyampaikan bahwa rekomendasi Deputi Perkoperasian, antara lain, akan menyangkut aturan permodalan, persyaratan dalam rangka fit and proper test calon pengurus KSP, persyaratan bahwa pendiri tidak terafiliasi dengan industri keuangan, dan mengajukan business plan yang feasible.

"Agar Deputi Perkoperasian bersama Biro Hukum dan Kerja Sama berkoordinasi dengan Dirjen AHU untuk menyiapkan draft SKB dimaksud," ujar Menkop-UKM.

Selain itu, terkait putusan PKPU terhadap KSP, perlu dipikirkan pula apakah kepada para Hakim dapat diberi pedoman agar putusan PKPU Pengadilan dapat memberi kewenangan pemberesan kepada Pemerintah cq Balai Harta Peninggalan (BHP).

Dalam hal ini, Hakim Pengadilan Niaga sepatutnya memutuskan PKPU atas dasar jumlah aset yang dimiliki KSP (asset based resolution) sehingga ada kepastian bahwa aset KSP yang ditangani tim pemberes (BHP) akan mencukupi tagihan pembayarannya. "Deputi Perkoperasian dan Kasatgas bersama Dirjen AHU akan segera menyiapkan bahan dan menjadwalkan  pertemuan dimaksud," ucap Menteri Teten.

Menteri Teten menambahkan, atas dasar pertemuan dengan Mahkamah Agung, akan dilakukan pertemuan dengan Menko Polhukam, Menteri Koperasi dan UKM, serta Kapolri untuk membahas aspek penegakan hukum terkait 8 KSP yang saat ini dalam PKPU. Sementara itu, menyangkut Hak Inisiatif Pemerintah untuk menyusun RUU Perkoperasian yang baru, Menkumham mengatakan bahwa sifat pengajuannya adalah berdasarkan Kumulatif Terbuka.

Jadi, RUU Perkoperasian ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di luar tahapan Prolegnas yang bersifat umum, tetapi atas dasar akibat putusan Mahkamah Konstitusi (vide pasal 23 ayat (1) UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). Disebut Kumulatif karena bersifat tambahan, dan terbuka karena dapat diajukan kapan saja.

"Tentang pengajuan RUU Perkoperasian ini Sekretaris Kementerian cq Biro Hukum dan Kerja Sama serta Deputi Perkoperasian agar berkoordinasi dengan Dirjen PP," pungkas Menkop-UKM.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: