Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Isu Negara-negara Barat Walk-Out Menguat saat Rusia Dipastikan Ikut G20 Indonesia

Isu Negara-negara Barat Walk-Out Menguat saat Rusia Dipastikan Ikut G20 Indonesia Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Warta Ekonomi, Moskow -

Negara-negara Barat sedang bersiap melakukan walk-out terkoordinasi untuk memprotes invasi Rusia ke Ukraina dalam pertemuan para menteri keuangan G20 di Washington pada Rabu (20/4/2022). Namun, negara G20 lainnya, terutama China dan Indonesia yang memimpin kelompok itu tahun ini, tak sepakat untuk mengeluarkan Rusia dalam pertemuan global tersebut.

Dilansir dari Reuters, Rusia menunjuk Menteri Keuangan Anton Siluanov pada Selasa (19/4) untuk memimpin delegasi negaranya dalam perundingan tersebut. Mereka tak peduli pada para diplomat Barat yang memprotes perang yang menewaskan ribuan warga sipil.

Baca Juga: Anggota G20 Kutuk Konflik Rusia-Ukraina, dan Sepakat Menyerukan Perang Harus Segera Dihentikan

"Selama dan setelah pertemuan, kami pasti akan mengirim pesan yang kuat dan kami tak akan sendirian dalam melakukannya," kata sumber pemerintah Jerman.

Negara itu menuduh Rusia memulai konflik yang juga menyebabkan harga pangan dan energi dunia melonjak.

Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen juga berencana absen dari sesi G20 yang diikuti pejabat Rusia di sela pertemuan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia.

Meski begitu, ia tetap menghadiri acara pembukaan tentang perang Ukraina, terlepas dari partisipasi Rusia, menurut seorang pejabat Departemen Keuangan AS.

Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak juga tak akan menghadiri sesi G20 tertentu, menurut sumber pemerintah Inggris. Sementara itu, seorang pejabat kementerian keuangan Prancis berharap para menteri dari negara G7 meninggalkan kursi mereka ketika pejabat Rusia berpidato.

Akibat invasi Ukraina, masa depan G20 sebagai forum kebijakan ekonomi utama dunia kini dipertanyakan.

G20 dipahami sebagai platform bagi negara-negara kaya dan berkembang terbesar untuk bekerja sama dalam upaya pemulihan selama krisis keuangan global 2008-2009. Sejak saat itu, kelompok ini memulai segala hal, mulai dari reformasi pajak global hingga penghapusan utang pandemi dan perang melawan perubahan iklim, dengan catatan kesuksesan yang tak merata.

"G20 berisiko terpecah dan pekan ini menjadi sangat penting," tutur Josh Lipsky, direktur Pusat Geoekonomi Dewan Atlantik sekaligus mantan penasihat IMF.

Menurutnya, jika demokrasi Barat membiarkan kelompok itu melemah demi G7 atau kelompok lainnya, China akan mendapat pengaruh ekonomi yang signifikan.

"Rusia dapat bersekutu dengan China. Menurut saya, itu hasil yang baik dari perspektif Rusia dan benar-benar memberi mereka pengaruh lebih besar daripada yang mereka miliki di badan seperti G20," terangnya.

Invasi Rusia ke Ukraina dan keputusan sejumlah negara G20 untuk tak ikut menjatuhkan sanksi terhadap Rusia menjadi tantangan terbaru bagi upaya membangun seperangkat aturan global untuk perdagangan dan keuangan.

Selain itu, perdagangan dunia tumbuh lebih lambat daripada ekonomi global secara keseluruhan, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang masa depan globalisasi.

Menjelang pertemuan G20, seorang pejabat tinggi IMF memperingatkan risiko ekonomi global yang terpecah-belah.

"Ada satu skenario di mana kita telah membagi blok dengan yang tak banyak berdagang dan yang punya standar berbeda. Itu akan menjadi bencana bagi ekonomi global," ucap Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas.

IMF pun memangkas prediksinya untuk pertumbuhan ekonomi global hampir satu poin persentase penuh akibat perang Rusia di Ukraina. Ia juga memperingatkan inflasi yang menjadi bahaya jelas di depan mata bagi banyak negara.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: