Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fitch Sebut Pemulihan Fiskal Melambat hingga 2023, Ini Biang Keroknya

Fitch Sebut Pemulihan Fiskal Melambat hingga 2023, Ini Biang Keroknya Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kenaikan harga komoditas, inflasi, peningkatan biaya pinjaman hingga perang di Ukraina jadi biang kerok  perlambatan kondisi pemulihan fiskal di lingkup global pada tahun ini hingga 2023. Hal ini diungkapkan oleh Fitch Ratings (Hong Kong) Limited. 

Global Head of Sovereigns Fitch Ratings (Hong Kong) Limited, James McCormack mengungkapkan bahwa pemulihan kondisi fiskal di 2021 mengalami perlambatan signifikan yang dipengaruhi sejumlah faktor.

“Faktor yang menjadi pemicu perlambatan fiskal global hingga 2023 terutama dipengaruhi oleh tren kenaikan harga komoditas, kenaikan laju inflasi secara umum, peningkatan biaya pinjaman, perlambatan pertumbuhan ekonomi (PDB) dan perang antara Rusia dan Ukraina,” katanya, dalam keterangan resmi, di Jakarta, Selasa (17/5/2022). 

Baca Juga: Waspada, Efek Krisis Global! Indonesia Bisa Masuk Krisis Ekonomi Lagi

Ia menyebutkan jika peningkatan inflasi yang dibarengi dengan perlambatan ekonomi telah menciptakan dilema pada sisi fiskal dan penerapan kebijakan moneter oleh bank sentral. Sebagian negara yang diperingkat oleh Fitch, sejauh ini sudah melakukan langkah-langkah fiskal untuk menopang kondisi ekonomi di dalam negeri, serta mengatasi persoalan kenaikan harga.

Peningkatan suku bunga, dinilai Fitch sebagai pertanda berakhirnya era biaya pinjaman pemerintah yang sangat rendah. Meski demikian, tingkat suku bunga yang riil adalah penting untuk menciptakan pertumbuhan PDB. 

"Utang jatuh tempo dalam jangka panjang menyiratkan, kenaikan beban layanan bunga akan terwujud secara bertahap,” tambahnya. 

Baca Juga: Ekonomi Berhasil Membaik, Pemerintah Diwanti-wanti Antisipasi 3 Tantangan Ini

Ia menyebut sejauh ini kondisi fiskal negara berkembang lebih berbeda dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Karena, lonjakan harga komoditas mampu menopang pendapatan pemerintah dan mendorong pertumbuhan PDB nominal bagi negara pengekspor komoditas.

"Jumlah negara yang diberi peringkat CCC atau lebih rendah telah mendekati rekor terbanyak sejak akhir 2020. Kondisi peringkat global saat ini dan yang diharapkan oleh Fitch untuk tahun depan, menunjukkan berlanjutnya tekanan fiskal dan peringkat di masa mendatang," ujar James.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: