Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Asumsi Makro Tekor, Pengamat: Pemerintah Maju Kena, Mundur Kena

Asumsi Makro Tekor, Pengamat: Pemerintah Maju Kena, Mundur Kena Kredit Foto: Djati Waluyo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya pemerintah untuk dapat menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan akibat lonjakan harga energi dunia menjadi buah simalakama yang harus dihadapi di tengah gejolak perang antara Rusia dan Ukraina.

Pengamat Ekonomi Institute for Development on Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho mengatakan, permintaan tambahan anggaran yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan untuk menutupi melesetnya asumsi makro memberikan dampak cukup luas terhadap kesinambungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Baca Juga: RAPBN 2023: Pemerintah Bidik Pertumbuhan Ekonomi 5,3% - 5,9%

"Kalau kita lihat di subsidi energi, kita bicara masalah Indonesia Crude Palm (ICP) pada akhirnya tidak lepas dari masalah subsidi energi, di mana kalau kita lihat subsidi energi ada kenaikan 48,8 persen," ujar Andry dalam diskusi virtual, Selasa (24/5/2022).

Andry mengatakan, kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrikĀ  merupakan sebuah bagian dari pengeluaran yang ditugaskan oleh peraturan yang diatur oleh presiden maupun keputusan Undang-Undang. Dengan kondisi melonjaknya harga hingga 512,7 persen, ini menjadi salah satu hal yang perlu dihadapi. Dengan kata lain, jika ada yang menolak usulan dari anggaran tersebut, masyarakat akan terbebani dari pelepasan dari subsidinya.

"Itu sendiri pada akhirnya subsidi ini yang menjaga daya beli dari masyarakat, tetapi persoalannya adalah tentu kia berhadapan dengan anggaran kita yang cukup terbatas. Kalau kita katakan sesuai dengan judul webinar kali ini, melepas untuk subsidi juga bisa dikatakan berbahaya, tetapi juga tetap menjaga subsidi yang terbuka, seperti saat ini itu juga mempunyai dampak yang cukup besar. Artinya, maju kena mundur kena," ujarnya.

Lanjutnya, kondisi melesetnya asumsi makro tersebut memang bukan merupakan hal yang diharapkan oleh semua pihak. Namun, asumsi makro ICP ini tidak dapat diprediksi akibat adanya konflik Rusia dan Ukraina. Maka dari itu, Andry menyebut salah kuncinya adalah terkait reformulasi subsidi energi, bagaimana ke depan di tahun 2023 jika bisa Indonesia tidak lagi menggunakan mekanisme subsidi energi yang terbuka.

Dengan kata lain, perlu dipikirkan dengan matang terkait dengan wacana yang selalu disampaikan oleh permerintah melalui mekanisme subsidi yang terfokus kepada individu. "Tahun 2023 juga menjadi momentum yang cukup pas karena banyak sekali komponen dari belanja yang ditekan sehingga harapan dari pemerintah bisa turun defisit anggaran ke angka di bawah 3 persen karena saat ini sudah tidak ada di angka 4,5 persen," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa dukungan tambahan anggaran untuk subsidi dan kompensasi ialah untuk melindungi masyarakat dari peningkatan harga yang signifikan. Hal itu seiring dengan peningkatan harga komoditas. Pemerintah menyiapkan dana lebih untuk menambah subsidi energi dan kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) serta LPG pada tahun 2022.

"Jadi memang harus karena pilihannya hanya dua. Kalau tidak ada tambahan subsidi energi dan kompensasi, harga BBM dan listrik naik. Maka, sebaliknya," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR-RI, Kamis (19/5/2022).

Dengan terjadinya kondisi kenaikan harga komoditas ini, Sri Mulyani mengusulkan adanya tambahan subsidi energi sekitar Rp74,9 triliun dengan rincian Rp71,8 triliun untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan LPG serta sekitar Rp3,1 triliun untuk subsidi listrik.

Selanjutnya, kompensasi BBM dan LPG diperkirakan mencapai Rp324,5 triliun. Ini terdiri dari tambahan kompensasi tahun 2022 sebesar Rp216,1 triliun yang terdiri dari kompensasi BBM sebesar Rp194,7 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp21,4 triliun.

Selain itu, masih terdapat kurang bayar kompensasi hingga tahun 2021 sebesar Rp108,4 triliun yang terdiri dari kompensasi untuk BBM sebesar Rp83,8 triliun dan kompensasi listrik sebesar Rp24,6 triliun. Akan tetapi, pemerintah hanya akan mengalokasikan tambahan kompensasi di APBN tahun 2022 sekitar Rp275,0 triliun saja. Sisanya, atau sekitar Rp49,5 triliun, akan dialokasikan pada anggaran tahun 2023.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: