Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soroti Presidential Threshold, Rocky Gerung Nggak Main-main Kali Ini: Semua Menjadi Koruptor!

Soroti Presidential Threshold, Rocky Gerung Nggak Main-main Kali Ini: Semua Menjadi Koruptor! Kredit Foto: Instagram/Rocky Gerung
Warta Ekonomi, Jakarta -

Aturan presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% selama ini dinilai membuat politik menjadi transaksional. Regulasi tersebut juga menghambat calon potensial yang minim dukungan dana untuk tampil dalam pemilihan calon presiden.

Sikap Partai Amanat Nasional (PAN) yang mulai mengkritisi ambang batas tersebut pun dinilai menjadi sinyal baik untuk perbaikan demokrasi di Indonesia. Hal itu disampaikan pengamat politik, Rocky Gerung, dalam video yang diunggah di kanal YouTube Rocky Gerung Official, Kamis (26/5/2022).

Sebagai informasi, Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan, belakangan menyebut PT 20% membuat politik menjadi transaksional. Hal itu disampaikan Zulhas usai mengikuti program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (25/5/2022).

“Bang Zul (Zulkifli Hasan) berarti mulai sadar. Kita ingin demokrasi dituntun dengan akal pikiran yang lurus,” ujar Rocky.

Baca Juga: Singapura Ogah Minta Maaf Soal Ustaz Abdul Somad (UAS), Omongan Refly Harun Tajam, Simak!

Menurut Rocky, keberadaan PT 20% sama saja membuat tiket menuju pencapresan menjadi sangat mahal. Ada potensi politik transaksional antara calon dengan partai politik agar dapat maju dalam kontestasi. Rocky menyebut PT 0% dapat menjadi solusi untuk lepas dari demokrasi yang transaksional.

“Karena tiket yang mahal, semua menjadi koruptor. Solusinya ya jangan pasang tiket,” kata dia.

Rocky mengatakan partai-partai yang mustahil mencalonkan figur sendiri karena terkendala PT 20% perlu melakukan gerakan politik agar Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut aturan tersebut. Dia menilai MK bakal berpikir apabila partai seperti PAN dan PKB turun langsung ke MK untul melakukan judicial review.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: