Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan penelaahan terkait dengan cukai yang dikenakan dari tembakau hisap bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Ketua BAKN DPR Wahyu Sanjaya mengatakan bahwa penelaahan tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dengan tujuan tertentu dari cukai yang diperoleh tembakau tahun 2016, 2019, dan 2020. Wahyu mengatakan, pihaknya perlu melihat dari sudut pandang BPK tentang saran dan perbaikan yang mesti dilakukan.
Baca Juga: Pemerintah Kaji Wacana Cukai BBM, Detergen dan Ban Karet, DPR: Harus Ekstra Hati-hati
"Diharapkan nanti saran dan masukan dari BPK itu sinkron dengan apa yang kami temukan di lapangan, dan nanti bisa dilanjutkan dengan Kemenkeu," kata Wahyu dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/6/2022).
Wahyu mengatakan, konsultasi yang diadan BAKN DPR merupakan tindak setelah diadakannya peninjauan lapangan ke beberapa perusahaan tembakau hisap. Peninjauan tersebut, kata Wahyu, merupakan rangkaian dari dengar pendapat terkait dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Wahyu juga mengatakan bahwa beberapa perusahaan terkait yang dikunjungi, di antaranya, adalah PT Gudang Garam, PT Pura Barutama, dan PT Djarum. Menurutnya, BPK menemukan ketidaksinkronan antara jumlah material tembakau hisap dengan jumlah cukai yang diterima negara.
"Jadi, misalnya, kalau kita punya satu kilogram tembakau itu bisa berapa batang (rokok). Akan tetapi, setelah kita jumlahkan penerimaan cukainya lebih rendah. Jadi, produksinya lebih rendah dari yang sewajarnya," papar Wahyu.
Selain itu, lanjut Wahyu, berdasarkan hasil peninjauan, para pengusaha tembakau hisap mengeluhkan tentang tingginya tarif cukai yang terus melonjak naik. Kendati demikian, produksi tembakau hisap menurun dan pendapatan dari penjualan terus bertambah atau tetap pada pendapatan sebelumnya.
"Berarti kan ada anomali. Harusnya kan saat tarif cukai naik, produksi turun, keuntungan perusahaan juga turun. Namun, ini kan sebaliknya, tarif cukai naik, produksi turun, harga rokok naik," jelasnya.
Lebih lanjut, Wahyu mengatakan bahwa hasil konsultasi yang didapatkan akan diberikan pada pemerintah.
Sebelumnya, BAKN DPR mengungkap bahwa rasio pita cukai, PPN, dan pajak rokok terhadap harga pokok penjualan dari tahun 2019 hingga 2022 pada pertemuan dengan Direksi PT Gudang Garam. Dari hasil tersebut, tercatat penjualan mengalami peningkatan dari 77,76 persen hingga 96,32 persen.
Pada periode yang sama, tercatat pula penjualan yang terus mengalami peningkatan, dari 61,73 persen sampai 85,56 persen. Kendati demikian, profit margin dalam penjualan mengalami penurunan dari 9,85 persen menjadi 3,68 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Hidayat
Editor: Puri Mei Setyaningrum