Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Risiko Global Meningkat, APBN Diarahkan untuk Jaga Aktivitas Bisnis dan Daya Beli Masyarakat

Risiko Global Meningkat, APBN Diarahkan untuk Jaga Aktivitas Bisnis dan Daya Beli Masyarakat Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sektor manufaktur Indonesia melanjutkan kinerja yang positif meskipun sedikit melambat, sebagaimana tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur di bulan Juni yang masih berada pada zona ekspansif di level 50,2 (Mei sebesar 50,8). Ekspansi ini menunjukkan aktivitas produksi yang masih terus meningkat.

Gejolak geopolitik serta perlambatan ekonomi dunia, khususnya di Tiongkok, mengganggu rantai pasok global dan menghambat laju ekspansi manufaktur Indonesia, yang juga dialami oleh sebagian besar negara di kawasan Asia, termasuk Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Vietnam, Thailand, dan Filipina.

Baca Juga: 4 Alasan Mengapa Manufaktur Aditif adalah Game Changer bagi Industri Manufaktur di Indonesia

"Pemerintah akan terus memonitor dinamika dan prospek ekonomi global ke depan serta memitigasi berbagai dampak yang mungkin timbul. Berbagai instrumen yang ada, termasuk APBN, akan dioptimalkan untuk meminimalisasi dampaknya pada perekonomian domestik. Dengan demikian, momentum pemulihan ekonomi nasional terjaga," jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/7/2022).

Di sisi lain, meskipun sedikit meningkat, inflasi Juni 2022 masih terjaga di level 4,35% (year on year) (Mei: 3,55%). Dibandingkan dengan banyak negara di dunia, inflasi Indonesia masih tergolong moderat. Laju inflasi di AS dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6% dan 8,8%.

"Demikian juga di sejumlah negara berkembang, seperti Argentina dan Turki, dengan laju inflasi masing-masing mencapai 60,7% dan 73,5%. Pemerintah, melalui instrumen APBN, berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga”, lanjut Febrio.

Kendati dmeikian, Pemerintah akan terus memantau dan memitigasi berbagai faktor yang akan berpengaruh pada inflasi nasional, baik yang berasal dari eksternal maupun domestik. Inflasi Juni mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan harga pangan bergejolak (volatile food) yang signifikan mencapai 10,07% (yoy) (Mei: 6,05%).

Komoditas pangan yang meningkat meliputi cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah akibat curah hujan tinggi di wilayah sentra sehingga menimbulkan gagal panen dan terganggunya distribusi. Di sisi lain, harga minyak goreng mulai turun seiring melandainya harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO). Perlu terus diwaspadai perkembangan harga pangan akibat risiko cuaca dan tekanan harga global karena restriksi ekspor di beberapa negara produsen pangan.

"Pangan sangat penting bagi masyarakat sehingga Pemerintah akan terus mengantisipasi dan memitigasi risiko dari kenaikan harga kelompok pangan bergejolak melalui berbagai kebijakan untuk menjamin kecukupan pasokan dan keterjangkauan harga pangan bagi masyarakat,” sambung Febrio.

Dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan, Pemerintah secara konsisten berupaya menjaga agar peran APBN sebagai shock absorber dapat berfungsi optimal untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat serta menjaga agar pemulihan ekonomi semakin menguat. Berbagai upaya menjaga stabilisasi harga pangan nasional telah ditempuh oleh Pemerintah, diantaranya melalui pemberian insentif selisih harga minyak goreng.

Pelarangan sementara ekspor CPO dan turunannya untuk menjaga pasokan dengan harga terjangkau, serta mempertahankan harga jual BBM, LPG, listrik (administered price) tidak mengalami peningkatan.

"Ini semua diharapkan dapat menjaga kecukupan pasokan, kelancaran distribusi serta keterjangkauan harga pangan pokok sehingga dapat melindungi daya beli masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah," lanjut Febrio.

Sementara itu, inflasi inti Juni 2022 mengalami sedikit peningkatan menjadi 2,63% (Mei: 2,58%). Meningkatnya inflasi inti mencerminkan semakin menguatnya permintaan domestik. Inflasi harga diatur Pemerintah (administered prices) juga mengalami peningkatan 5,33% (Mei 4,83%) setelah bergerak stabil di dua bulan sebelumnya yang terutama karena kenaikan tarif angkutan udara dan cukai hasil tembakau.

Harga energi domestik cenderung stabil karena peran APBN 2022 sebagai shock absosrber melalui alokasi subsidi energi dan kompensasi yang mencapai Rp 502,4 triliun.

"Subsidi dan kompensasi energi diberikan untuk menjaga stabilisasi harga, melindungi daya beli serta menjaga momentum pemulihan ekonomi. Mengingat energi merupakan kebutuhan pokok, kebijakan subsidi energi ini vital bagi proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung," tutup Febrio.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ayu Rachmaningtyas Tuti Dewanto
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: