Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Isu Harga BBM Subsidi Bakal Naik, Bisa Picu Inflasi hingga Sengsarakan Rakyat

Isu Harga BBM Subsidi Bakal Naik, Bisa Picu Inflasi hingga Sengsarakan Rakyat Pengisian Bahan Bakar Minyak di SPBU 13.282.613 Jalan Imam Munandar, Kota Pekanbaru, Riau, Minggu (17/4/2022). PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut memastikan stok BBM dan LPG aman dengan membentuk tim Satuan Tugas Khusus Ramadan dan Idul fitri (Satgas RAFI) yang bertugas untuk memastikan keamanan pasokan energi mulai tanggal 11 April hingga 10 Mei 2022. Beberapa layanan tambahan tambahan BBM periode Satgas RAFI tahun 2022 yakni 88 SPBU, 550 outlet LPG 3 Kg, 119 outlet LPG NPSO, 18 Pertashop yang disiagakan 24 jam serta enam motorist untuk layanan delivery dan tiga kantong SPBU. | Kredit Foto: Antara/Rony Muharrman

Lebih Baik Berantas Korupsi

Anwar Abbas meyakini saat ini pemerintah sudah hampir bisa dipastikan akan menaikkan harga kedua jenis BBM tersebut ketimbang mempertahankannya.

Hal tersebut terjadi lantaran harga keekonomian solar dan pertalite saat ini sudah di atas Rp17 ribu per liter, sementara harga yang dibayar oleh masyarakat hanya Rp7.650 untuk pertalite dan Rp5.150 untuk solar.

"Jika hal ini dibiarkan terus berlangsung tentu akan bermakna besaran subsidi yang akan diberikan oleh APBN akan mencapai angka sebesar Rp502,4 trilliun. Kalau uang sebesar itu kata Menkeu  dimanfaatkan untuk kepentingan lain, maka tentu banyak hal yang bisa dilakukan," ujar Anwar saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (29/8/2022).

Anwar menyebut bahwa Menteri Keuangan telah mencoba mengilustrasikannya dengan mengatakan  bahwa dengan dana sebanyak itu, tentu akan bisa membagun 3.333 rumah sakit atau membangun 227.886 sekolah dasar (SD) dengan biaya per SD-nya sebesar Rp2,19 miliar, atau untuk membuat  jalan tol, maka dana sebesar itu tentu akan bisa membangun ruas tol sepanjang 3.501 km. 

Menurutnya, yang menjadi pertanyaan kenapa pemerintah lebih sibuk mengurusi masalah mencabut atau mengurangi subsidi BBM agar APBN tidak jebol, bukankah dengan mencabut subsidi tersebut. Pasalnya akan memicu terjadinya inflasi dan akan mengurangi tingkat kesejahteraan masyarakat. 

"Apakah tidak ada cara lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah? Saya rasa masih ada cara dan sisi lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah tanpa mencabut atau mengurangi subsidi yaitu dengan menutup kebocoran anggaran yang ada," ujarnya. 

Lanjutnya, ada beberapa ekonom yang pernah mengutarakan tingkat kebocoran anggaran itu mencapai sekitar 30 persen. Jadi kalau kebocoran ini bisa ditutup, maka pemerintah akan mendapatkan dana yang besar dengan asumsi 20 persen dari anggaran yang bocor atas APBN 2022 yang sebesar Rp3.106 triliun, maka pemerintah akan punya dana yang bisa dikelola sebesar Rp621,2 triliun. Angka ini jelas jauh lebih besar dari jumlah subsidi yang ada, yaitu Rp502,4 triliun. 

"Jadi jika pemerintah bisa melakukan hal ini maka pemerintah tidak perlu pusing-pusing dengan masalah subsidi BBM yang akan menggerus APBN tersebut karena hal itu sudah bisa ditutup dari dana APBN yang bisa terselamatkan sehingga kalau Menkeu bisa membuat ilustrasi maka kita juga bisa membuat ilustrasi lain di mana kalau kebocoran APBN ini bisa ditutup, maka kita juga akan bisa  membuat ruas jalan tol yang lebih panjang dan membuat rumah sakit serta sekolah dasar yang jauh lebih banyak dengan dana yang didapat bukan dari pemotongan atau pengurangan subsidi tapi dari usaha keras pemerintah karena berhasil menutup kebocoran APBN dari tindak tidak terpuji yang dilakukan oleh para koruptor," ucapnya. 

"Pertanyaannya mengapa pemerintah tampak lebih sibuk mengurusi penghapusan atau pengurangan subsidi ketimbang mengurusi bagaimana caranya supaya bisa menutup kebocoran anggaran negara karena praktik korupsi? Tentu jika mereka masih punya hati nurani, telah dan sudah tahu jawabannya," imbuhnya.

Kucurkan Stimulus

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai jika pemerintah ingin melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar, maka harus ada beberapa tindakan yang diambil. Salah satunya adalah pemerintah perlu memberikan stimulus tambahan bagi masyarakat yang terdampak atas kenaikan harga BBM subsidi.

"Tinggal pemerintah harus memberikan stimulus tambahan bagi masyarakat terdampak. Misalnya dengan memberikan BLT atau kebijakan lain bagi masyarakat rentan. Apalagi di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi Covid-19," ujar Mamit saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Sabtu (20/8/2022).

Mamit menilai kenaikan tersebut pasti akan berdampak terhadap daya beli masyarakat. Hal ini disebabkan akan ada kenaikan harga barang serta harga jasa yang harus dibayarkan oleh masyarkat. 

Selain itu, kenaikan ini bisa memberikan dampak sosial di masyarakat yang berakibat bisa mengganggu iklim investasi di Indonesia. 

Lanjutnya, dengan kondisi seperti itu, maka akan ada aksi penolakan yang dilakukan oleh elemen masyarakat. Tinggal bagaimana pemerintah bisa mengendalikan dari dampak sosial tersebut. Apakah bisa segera diamankan atau akan berkelanjutan.

"Tuntutan kenaikan upah pasti akan terjadi seiring meningkatnya beban ekonomi yang harus ditanggung. Jadi semua kita kembalikan kepada pemerintah apakah siap dengan kondisi tersebut. Kenaikan ini pastinya akan memberikan ruang fiskal bagi pemerintah dalam mengatur keuangan APBN kita," ujarnya.

Meski begitu, ia setuju dengan rencana pemerintah dalam menyesuaikan harga BBM subsidi akibat besarnya disparitas harga yang terjadi.

"Untuk harga yang pas saya kira jika benar-benar dinaikkan ada di angka Rp10 ribu per liter untuk Pertalite dan Solar subsidi di angka Rp8.500 per liter. Kenaikan ini buat saya cukup rasional dan tidak terlalu membebani bagi masyarakat. Inflasi saya kira tidak akan terlalu tinggi karena kenaikan ini. Mudah-mudahan masih di bawah 1% dari kenaikan BBM subsidi ini," tutupnya.

Kebijakan Tepat

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai rencana pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi telah tepat dan tidak terelakkan.

"Rencana Pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM Subsidi sudah tepat dan tidak terelakkan, sebagai dampak dari kenaikan harga minyak mentah dunia," ujar Mamit saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Sabtu (20/8/2022).

Mamit menyebut kenaikan harga BBM tersebut tak terlepas dari lonjakan harga minyak dunia yang tinggi jika dibandingkan dengan beberapa tahun ke belakang. Adanya lonjakan tersebut membuat beban keuangan negara sangat berat terkait dengan beban subsidi dan kompensasi yang harus dibayarkan kepada badan usaha.

"Melalui kenaikan ini dapat mengurangi beban subsidi energi yang saat ini sangat tinggi. Sudah cukup saatnya kita membakar uang kita di jalan," ujarnya.

Mamit menilai, daripada pemerintah memberikan subsidi yang tidak tepat sasaran pada sektor energi, lebih baik mengalihkan kepada beberapa sektor lainnya yang lebih membutuhkan dan tepat pada yang membutuhkan.

"Seharusnya subsidi bisa dialihkan secara langsung kepada masyarakat miskin dan sektor lain yang membutuhkan (pendidikan, kesehatan, dan sebagainya)," ujarnya.

Lanjutnya, penyesuaian harga BBM subsidi juga dapat mengurangi disparitas harga antara BBM subsidi dan nonsubsidi. Selain itu, subsidi BBM sebaiknya tetap harus diatur penggunaannya dan ditujukan untuk masyarakat yang berhak.

"Terkait BBM subsidi, Pertamina merupakan operator yang menjalankan kebijakan dari pemerintah (penentu harga adalah pemerintah), namun harus diimbangi dengan ketersediaan BBM di SPBU sehingga tidak terjadi kelangkaan atau antrean yang cukup panjang," tutupnya.

Menyengsarakan Rakyat Kecil

Rencana pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Bio Solar dikeluhkan oleh asosiasi pengusaha warteg.

Ketua Koordinator Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni merasa keberatan jika pemerintah benar akan menyesuaikan harga BBM subsidi.

"Kami tentunya keberatan karena daya beli masyarakat bawah, warteg masih belum normal untuk pelanggan," ujar Mukroni saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (22/8/2022).

Mukroni mengatakan, bilamana harga BBM naik, maka secara otomatis akan mengerek harga bahan pangan yang saat ini sudah mengalami inflasi yang tinggi.

"Kalau naik, bahan pangan akan terkerek naik. Sementara inflasi pangan sudah cukup tinggi," ujarnya.

Menurutnya, untuk manaikkan harga BBM, pemerintah perlu menaikkan pendapatan masyarakat Indonesia, pertumbuhan ekonomi ditingkatkan, dan perlu waktu.

"Tidak dalam kondisi yang belum pas ketika rakyat masih stagnan di penerimaan pendapatan, kurang pas momennya untuk menaikkan harga BBM," tutupnya.

Arif (28) yang setiap harinya melakukan perjalanan untuk menuju kantornya di kawasan Cikini mengaku berat dengan kondisi yang ada saat ini, ditambah dengan adanya wacana akan penyesuaian harga Pertalite.

"Kita lagi cukup susah ini, kalau buat beli bensin malah dimahalin lagi. Enggak usah (naik) dululah, tahun-tahun depan saja kalau mau naik, pendapatan (kami) lagi tipis ini, mau akhir bulan, kemarin habis masuk anak sekolah, pengeluaran gila-gilaan," ujar Arif saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Senin (22/8/2022).

Arif menyebut wacana tersebut membuat masyarakat semakin tertekan di tengah lonjakan beberapa harga bahan pokok seperti minyak dan telur ayam.

"Nanti dulu deh kalau (BBM) mau naik, saya benar-benar deh enggak sepakat," ujarnya.

Ditemui secara terpisah, salah satu driver ojek online, Rahman (32) mengaku berat bilamana nanti harga Pertalite benar-benar akan disesuaikan oleh pemerintah.

"Berat dong kalau (BBM) harus naik juga. Kita-kita sekarang saja bingung antre Pertalite panjang banget, waktu abis di antre beli bensin," ujarnya.

Menurutnya, jika ingin beralih ke Pertamax juga akan sangat berat mengingat harga yang terlampau jauh dan hampir dua kali lipat dari harga Pertalite.

"Ini ngaruh sama pendapatan kami. Antre sekarang beneran ngabisin waktu, lumayan bisa dapat satu order-an. Pemerintah pastikan dulu deh ketersediaannya di SPBU, biar enggak antre, tangki-tangkinya banyakin dah tuh buat kita-kita ojol," ujarnya.

"Mending entar dulu saja kalau mau naikkan Pertalite. Kita-kita ojol juga perhatikan dong. Mana tarif juga kan belum jadi naik nih, walaupun enggak seberapa juga," tambahnya.

Pertamina Belum Ambil Keputusan

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menyebut bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menaikkan atau menyesuaikan harga BBM bersubsidi seperti Pertalite.

"Sementara kami masih menunggu arahan dari pemerintah karena penentuan harga merupakan kewenangan dari regulator," ujar Irto saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (19/8/2022).

Irto mengungkapkan, terkait dengan penentuan harga BBM, dalam hal ini BBM jenis Pertalite, merupakan wewenang dari regulator.

"Bukan Pertamina dong (penentuan harga Pertalite)," ujarnya.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: