Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jika Kimia Farma Produksi 28 Bahan Baku Obat, Penghematan Impor Ditaksir Bisa Capai Rp3,7 Triliun

Jika Kimia Farma Produksi 28 Bahan Baku Obat, Penghematan Impor Ditaksir Bisa Capai Rp3,7 Triliun Kredit Foto: Unsplash/Joshua Coleman
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Kimia Farma Tbk (KAEF) bakal mengembangkan produksi Bahan Baku Obat (BBO) yang kini dihasilkan perusahaan dari 12 item menjadi 28 item pada tahun 2024. Perusahaan akan merealisasikannya melalui PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) yang merupakan hasil joint venture antara perusahaan dengan perusahaan farmasi asal Korea Selatan, Sungwun Pharmacopia Co, Ltd.

Hal ini dilakukan untuk mendorong terciptanya kemandirian farmasi dan alat kesehatan yang ditargetkan pemerintah, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.

Pasalnya, impor masih membanjiri industri bahan baku obat (BBO) dalam negeri dengan jumlah mencapai 95%. Pemerintah pun berupaya membangun industri BBO lewat BUMN, yakni Kimia Farma, agar dapat menghemat impor BBO industri Farmasi dalam negeri.

Baca Juga: Redam Impor, Kimia Farma Nyatakan Kesiapan untuk Penuhi Kebutuhan Bahan Baku Farmasi Nasional

Direktur Utama KAEF, David Utama mengatakan, dengan telah berproduksinya pabrik KSFP, di tahun 2020 telah menghemat 2,72 persen dari total impor BBO senilai Rp901.36 miliar. Sementara, 2021 berhasil menghemat 4,61 persen impor BBO senilai Rp1,025 triliun. 

“Tahun 2022 diharapkan dapat menghemat 9,63 persen impor BBO senilai Rp2,051 triliun. Maka tahun 2023 kami harap dapat menghemat 10,53 persen dengan nilai Rp2,75 triliun,” jelasnya.  

David optimis target produksi sebanyak 28 BBO bisa tercapai pada 2024. Maka dengan begitu, impor BBO bisa berkurang hingga 20 persen dan menghemat biaya impor senilai Rp3,7 triliun.

“Setiap tahunnya produksi BBO KFSP bisa menekan impor sejak 2020,” kata dia dalam paparan media di Cikarang, Senin(3/10/2022).

Namun, untuk meningkatkan produksi menjadi 28 BBO, kata dia, perseroan membutuhkan dana belanja modal sebesar Rp600 miliar.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Kalau Kita Punya, Jangan Impor

Adapun, fasilitas produksi BBO berlokasi di Cikarang, Jawa Barat mulai beroperasi sejak 2018 dan terus melakukan inovasi untuk mewujudkan ketahanan kesehatan nasional melalui produksi BBO.

Pabrik KFSP saat ini telah mengantongi sertifikat Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga siap untuk digunakan oleh seluruh Industri Farmasi dalam negeri. Pengembangan Bahan Baku Obat dilakukan sesuai dengan program pemerintah dan prioritas kebutuhan nasional.

Hingga tahun 2022 produksi BBO pabrik KFSP telah mencapai 12 item yakni, 3 BBO anti kolesterol yaitu Simvastatin, Atorvastatin dan Rosuvastatin, 1 BBO anti platelet untuk obat jantung yaitu Clopidogrel, 2 BBO anti virus Entecavir dan Remdesivir, 4 BBO Anti Retroviral (ARV) untuk HIV AIDS yaitu Tenofovir, Lamivudin, Zidovudin dan Efavirenz, 1 BBO untuk diare yaitu Attapulgite dan 1 BBO untuk antiseptic dan desinfectan yaitu Iodium Povidon.

Lebih lanjut Ia menuturkan, langkah ini diambil demi mencapai ketahanan nasional. Apalagi, hingga kini Indonesia masih berada dalam era pandemi Covid-19. Oleh karena itu, David mengatakan, langkah strategis ini dimaksudkan demi mendorong kemandirian Indonesia dalam industri farmasi dari hulu ke hilir.

Adapun, pabrik KFSP memiliki dua area produksi, yakni pabrik produksi khusus Iodine dan multi purpose. Untuk kapasitas, produksi iodine, mencapai 150 ton per tahun. Sedangkan untuk pabrik multi purpose-nya, ada di kisaran 70-100 ton per tahun.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: