Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perjalanan Sukses Sukanto Tanoto, dari Toko Suku Cadang Motor hingga Punya 80 Ribu Karyawan di Semua Bisnis

Perjalanan Sukses Sukanto Tanoto, dari Toko Suku Cadang Motor hingga Punya 80 Ribu Karyawan di Semua Bisnis Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sukanto Tanoto, seorang nama yang tak asing dalam dunia bisnis dalam negeri maupun kawasan. Lahir di Medan pada 25 Desember 1949, pria bernama Tionghoa Chén Jiānghé ini berhasil membangun imperium bisnis bernilai miliaran dolar melalui kerja kerasnya.

Sebagai pendiri Royal Golden Eagle (RGE), Sukanto Tanoto tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan mencapai USD 2 miliar (Forbes, 2021). Meski perjalanan hidup dan bisnisnya tidak mudah, Sukanto Tanoto adalah sosok yang kini menjadi inspirasi banyak pebisnis.

Sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara dalam keluarga imigran Tionghoa asal Putian, Fujian, Sukanto Tanoto tumbuh di tengah keterbatasan. Tahun 1966 menjadi titik balik yang memaksanya berhenti dari sekolah nasional setelah pemerintah Orde Baru menutup sekolah-sekolah Tionghoa. 

Namun, Sukanto Tanoto tak menyerah. Dengan tekad baja, ia belajar secara otodidak, bahkan menguasai bahasa Inggris hanya dengan kamus Mandarin-Inggris. Semangat belajarnya ini kelak menjadi fondasi kemampuannya dalam membaca peluang bisnis.

Pada 1967, Tanoto memulai bisnis pertamanya, yaitu Toko Motor, sebuah usaha suku cadang motor skala kecil. Modal terbatas tidak menghalanginya untuk berkembang. 

Kepekaannya terhadap pasar membawanya ke sektor energi pada 1972, di mana ia mengambil kontrak pembangunan jaringan pipa gas untuk Pertamina. Krisis minyak 1973 justru menjadi berkah, karena proyek ini memberinya keuntungan besar dan modal untuk melangkah ke industri yang lebih besar.

Awal 1970-an, kunjungan ke Taiwan membuka matanya bahwa Indonesia mengekspor kayu mentah yang diolah di luar negeri dan dijual kembali dengan harga tinggi. Ia pun mendirikan pabrik kayu lapis di Indonesia, yang sukses hingga menarik kunjungan pejabat negara. 

Tak berhenti di situ, pada 1979, terinspirasi kesuksesan Malaysia, ia terjun ke industri kelapa sawit dengan skema petani plasma. Skema tersebut merupakan sebuah terobosan yang mendorong Indonesia menjadi produsen sawit terbesar dunia dalam satu dekade.

Tahun 1980–1990-an menjadi era diversifikasi bagi bisnis Sukanto Tanoto. Ia membangun Thamrin Plaza di Medan (1989) yang terinspirasi oleh Orchard Road Singapura. Ia juga masuk ke industri pulp dan kertas dengan pabrik di Kerinci, Riau. 

Pada dekade 1990–1999, Sukanto Tanoto fokus memperkuat bisnis pulp dan kertas melalui PT Riau Andalan Pulp & Paper (RAPP), yang mulai beroperasi penuh pada 1995. Pabrik di Kerinci, Riau, menjadi salah satu yang terbesar di Asia, mengubah daerah terpencil menjadi pusat industri dengan infrastruktur lengkap, termasuk bandara dan pelabuhan. Namun, krisis moneter 1997–1998 menguji ketangguhannya. Alih-alih tumbang, Tanoto melakukan restrukturisasi bisnis dan mulai merancang ekspansi global.

Di awal milenium, RGE mulai berekspansi ke Tiongkok dengan mendirikan pabrik viscose rayon di Jiangxi (2004), memanfaatkan permintaan tekstil global yang tinggi. Pada 2006, Tanoto mengakuisisi perkebunan eucalyptus dan pabrik pulp di Brasil, memperkuat posisinya di industri serat alam. Ia juga masuk ke sektor energi dengan investasi di proyek LNG Kanada (Woodfibre LNG), menunjukkan visinya yang jauh ke depan dalam diversifikasi portofolio.

Tahun 2016 menjadi tonggak penting ketika Tanoto memperkenalkan pembaruan prinsip bisnis RGE dengan empat pilar: Community, Country, Climate, dan Company. Pada 2017, ia menambahkan Customer sebagai pilar kelima, menegaskan komitmennya terhadap kepuasan pasar. Di bawah kepemimpinannya, RGE berkembang pesat dengan lebih dari 60.000 karyawan di berbagai negara.

Pada 2018, RGE semakin gencar mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan, termasuk moratorium deforestasi dan pengelolaan lahan gambut yang bertanggung jawab. Langkah ini tidak hanya memperkuat reputasi korporat tetapi juga memenuhi tuntutan konsumen global akan produk ramah lingkungan.

Pada 2020, meskipun dunia dilanda pandemi COVID-19, RGE justru semakin agresif berekspansi. Pada 2023, Tanoto membuat gebrakan besar dengan mengakuisisi OL Papeis, produsen tisu terkemuka asal Brasil, yang membuka akses ke pasar Amerika Latin.

Namun, langkah terbesarnya terjadi pada 2024, ketika RGE mengakuisisi Vinda International, salah satu produsen tisu terbesar di Asia, dengan nilai transaksi $3,3 miliar. Akuisisi ini semakin mengukuhkan dominasi RGE di industri barang konsumen sekaligus memperluas jangkauannya di pasar Asia-Pasifik.

Kini, dengan lebih dari 80.000 karyawan dan operasi di Indonesia, Tiongkok, Brasil, Kanada, dan Eropa, RGE telah bertransformasi dari perusahaan lokal menjadi raksasa multinasional yang mengedepankan keberlanjutan dan inovasi.

Di usianya yang ke-75, Sukanto Tanoto telah menyiapkan generasi penerus, dengan keempat anaknya terlibat aktif dalam bisnis RGE dan Tanoto Foundation. Fokus ke depan adalah pengembangan bisnis bernilai tambah tinggi (seperti viscose rayon dan energi terbarukan) serta memperdalam komitmen terhadap lingkungan dan masyarakat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: